Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) yang dahulu dikenal sebagai rumah sakit Ranca Badak kini genap berusia 90 tahun. Di usia yang mendekati satu abad ini, RSHS tak pernah berhenti memberikan pelayanan kesehatan  kepada masyarakat Jawa Barat. Sejak pertama berdiri dan diresmikan pada 15 Oktober 1923, rumah sakit ini memang selalu menjadi tempat bergantungnya berbagai pengharapan. Harapan dari begitu banyak umat manusia atas kesembuhan, kesehatan dan harapan mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik lagi.

RSUP Dr. Hasan Sadikin telah menjadi rumah sakit rujukan puncak (Top Referral Hospital) di Provinsi Jawa Barat sejak tahun 1978 dan ditetapkan sebagai RS Type A oleh Menteri Kesehatan RI sejak tahun 2004. Walaupun tingkat kepadatannya sudah sangat tinggi, yaitu rata-rata kunjungan rawat jalan 1.935 per hari (2012), saat ini RSHS sudah mampu menyediakan pelayanan medis spesialistik sebanyak 20 jenis dan 125 pelayanan sub spesialistik. Kemampuan ini tentu saja belum dimiliki rumah sakit lainnya di Jawa Barat baik RS Pemerintah, Daerah, maupun RS Swasta.

RSHS berdiri di atas tanah seluas 85.687 m2 dengan luas bangunan mencapai 101.035 m2. Hingga saat ini, RSHS memiliki 996 Tempat Tidur (TT) yang diperuntukkan untuk berbagai kelas dan kalangan. Kedepan jumlah tempat tidur tersebut akan ditingkatkan menjadi 1.256 TT. Komitmen RSHS dalam melayani pasien kurang mampu diwujudkan dengan dibangunnya Gedung Rawat Inap yang khusus disediakan untuk pasien peserta Program Jamkesmas/Jamkesda. Sejak diresmikan oleh Menteri Kesehatan pada tanggal 27 April 2010 lalu, Gedung Kemuning RSHS menjadi salah satu  tempat bergantungnya harapan pasien kurang mampu yang tidak memiliki kemampuan untuk membayar fasilitas kesehatan. Pasien jamkesmas yang dirawat di Gedung Kemuning RSHS bisa mendapatkan pelayanan secara gratis dengan adanya program jaminan  kesehatan dari pemerintah tersebut.

RSHS Sebagai Bagian dari Sejarah Kota Bandung

Memang tidak dapat dipungkiri, selama pendudukan kolonial Belanda sampai Indonesia merdeka banyak kontribusi yang telah dihasilkan para penjajah di masa itu. Rumah Sakit Hasan Sadikin yang dibangun sejak tahun 1920 ini adalah salah satu warisan di era kolonial yang patut dibanggakan sampai detik ini berdiri. Kebanggaan RSHS sebagai bagian dari sejarah bangsa ini lah yang kemudian mengiringi RSHS menjadi rumah sakit yang lebih baik dari masa ke masa.

Pada awalnya, rumah sakit ini didirikan atas prakarsa dari perkumpulan Vereniging Bandoengsche Ziekenhuis (Asosiasi Rumah Sakit Bandung). Setengah dari anggotanya adalah dokter Belanda yang sudah dibentuk sejak tahun 1914. Tak lama setelah Asosiasi didirikan, para anggotanya memprakarsai pengembangan Rumah Sakit Umum di Bandung. Segera setelah itu,  tepatnya tahun 1920 pemerintah Belanda membangun rumah sakit tersebut dengan kapasitas 102 tempat tidur (TT). Baru pada 15 Oktober 1923 rumah sakit diresmikan dengan nama Algemeene Bandoengsche Ziekenhuis. Dalam bahasa Belanda, Algemeen Ziekenhuis berarti rumah sakit umum.  Algemeene Bandoengsche Ziekenhuis berarti Rumah Sakit Umum Bandung.

Lima tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 30 April 1927, nama rumah sakit berubah menjadi Gemeente Ziekenhuis Juliana dengan kapasitas tempat tidur sebanyak 300 TT. Nama Juliana diambil dari nama putri tunggal Ratu Belanda Wilhelmina yang di hari yang sama merayakan ulang tahun ke delapan belas. Berdasarkan konstitusi, Princess Juliana resmi mendapatkan hak prerogatif kerajaan. Maka namanya digunakan sebagai nama banyak tempat, tidak hanya nama rumah sakit di Belanda, tapi juga di Bandung. Tenaga dokter pada waktu itu hanya ada 6 dokter berkebangsaan Belanda dan dua orang dokter berkebangsaan Indonesia, yaitu dr. Tjokro Hadidjojo dan dr. Djundjunan Setiakusumah.

Kemudian pada tahun 1942, terjadi perang pasifik dan Rumah Sakit Umum Bandung ini oleh Belanda dijadikan rumah sakit militer yang pengelolaannya diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Militer. Masih di tahun 1942, bala tentara Jepang menduduki Pulau Jawa, maka fasilitas rumah sakit dijadikan rumah sakit militer Jepang dan diberi nama Rigukun Byoin sampai tahun 1945.

                Kemudian pada 1945 penantian panjang bangsa Indonesia melawan penjajah terbayar sudah ketika Jepang menyerah terhadap sekutu. Namun, walaupun saat itu Indonesia sudah merdeka, RS ini masih dikuasai oleh Belanda sampai tahun 1948 dan fungsinya menjadi RS Militer Belanda. Baru pada tahun 1948, RS ini menjadi milik RI di bawah naungan Kota Praja Bandung dan sudah dapat digunakan untuk umum, lalu diberi nama Rumah Sakit Rantja Badak sesuai dengan sebutan nama kampung lokasi berdirinya rumah sakit ini. Ketika itu pimpinannya seorang warga negara Belanda, W.J. Van Thiel. Menurut sumber lain yang masih perlu diselidiki kebenarannya, selain Van Thiel ada pula seorang direktur wanita bernama MS Rauws yang pernah menjabat sampai tahun 1949. Baru setelah itu, RS dipimpin oleh pribumi, yaitu dr. H.R. Paryono Suriodipuro, sebagai direktur pertama dari Indonesia.

Setelah Rumah Sakit Rantja Badak berganti-ganti kepemimpinan, baru pada tahun 1954, Menteri Kesehatan menetapkan RS ini menjadi RS Provinsi dengan status langsung di bawah Departemen Kesehatan. Tahun 1956 ditetapkan menjadi RS Umum Pusat dengan kemampuan perawatan yang telah mencapai 600 TT. Nama Hasan Sadikin, yang mulai dipakai pada tahun 1967, berasal dari salah satu mantan direkturnya, yaitu Dr. Hasan Sadikin. Ketika Hasan Sadikin sedang menjabat sebagai direktur, menteri kesehatan pada saat itu memintanya untuk mengubah nama rumah sakit yang dipimpinnya. Tetapi permintaan tersebut tidak sempat dipenuhinya karena dalam usia relatif masih muda ia meninggal dunia tanggal 16 Juli 1967 akibat penyakit yang dideritanya. Untuk mengenang jasa-jasanya sebagai dokter yang penuh dedikasi dan telah turut berperan penting dalam memimpin rumah sakit, pemerintah pada tanggal 8 Oktober 1967 menetapkan namanya sebagai nama baru rumah sakit ini. Sehingga sampai sekarang, nama rumah sakit ini menjadi Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin, disingkat RSHS.

Peran RSHS dalam dunia pendidikan diawali pada tahun 1957, saat berdirinya Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FKUP) sebagai sarana pendidikan bagi para calon dokter. Selanjutnya status sebagai RS Pendidikan dikukuhkan pada tahun 1971 dilengkapi dengan Piagam Kerjasama antara RSHS dengan FKUP yang kemudian dikembangkan pada tahun-tahun berikutnya (1974, 1978, 1986, 2003, dan 2008). Tidak hanya itu, pada tahun 2010 ditandatangani juga Piagam Eijkman yang merupakan kerjasama antara RSHS bersama lima fakultas di Universitas Padjadjaran, yaitu Fakultas Kedokteran, Fakultas Kedokteran Gigi, Fakultas Farmasi, Fakultas Psikologi, dan Fakultas Ilmu Keperawatan.

20 jenis pelayanan Spesialis dan 125 pelayanan sub spesialistik

RSHS memiliki fasilitas pelayanan medis yang terdiri dari Instalasi Rawat Jalan, Instalasi Gawat Darurat,  Instalasi Rawat Inap, dan Instalasi Rawat Intensif. Keempat fasilitas ini didukung pula oleh pelayanan penunjang lainnya seperti Radiologi, Farmasi, Laboratorium, dan Central Operating Theatre (COT). Sesuai dengan fungsinya, IRJ sebagai penyelenggara kegiatan pelayanan poliklinik rawat jalan terdiri dari berbagai disiplin ilmu kedokteran klinik. Jumlah kunjungan Rawat Jalan selama 5 (lima) tahun terakhir yaitu 510.097 pada tahun 2007 menjadi 551.321 pada tahun 2011 dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 3,11% pertahun dengan rata-rata kunjungan perhari 2.088 kunjungan. Sementara itu, pada tahun 2012 Kunjungan Rawat Jalan mencapai 511.091 dengan rata-rata kunjungan perhari sebesar 1.935 kunjungan.

                Sementara itu jumlah kunjungan Instalasi Gawat Darurat selama 5 (lima) tahun terakhir mengalami penurunan, yaitu 48.678 pada tahun 2007 menjadi 46.507 pada tahun 2011. Tahun 2012 kunjungan IGD sebanyak 43.348 dengan rata-rata kunjungan 119 kunjungan per hari. Penurunan jumlah kunjungan terjadi terutama karena menurunnya kunjungan pasien tidak mampu dan pasien umum akibat adanya pengendalian pelayanan Jamkesmas/Jamkesda di rumah sakit daerah masing-masing kabupaten/kota.

Salah satu jenis pelayanan dari 20 jenis pelayanan spesialistik yang ada di RSUP Dr. Hasan Sadikin adalah pelayanan Kedokteran Nuklir yang jarang dimiliki rumah sakit lain mengingat untuk jenis pelayanan ini diperlukan SDM yang berkualifikasi tinggi dan peralatan yang canggih. Selain pelayanan Kedokteran Nuklir, RSHS juga memiliki pelayanan Teknologi Reproduksi Berbantu (Bayi Tabung), dimana pelayanan ini juga memerlukan SDM dan teknologi yang mumpuni dan tidak mudah disaingi rumah sakit lain. Kedua jenis pelayanan tersebut telah ditetapkan sebagai pelayanan unggulan (center of excellence) di RSUP Dr. Hasan Sadikin. Melalui Rencana Strategis, RSHS berencana menetapkan pelayanan unggulan lainnya yaitu Transplantasi Hati dan Ginjal, Pelayanan Jantung, dan Penanganan Penyakit Infeksi dan Onkologi.

Gedung Diagnostic, Cardiac, & PET Center Siap Bersaing Dalam Mendukung Health Tourism

Pembangunan Gedung Diagnostic, Cardiac Center dan PET Center merupakan salah satu wujud dari upaya RSHS yang berkesinambungan dalam meningkatkan kualitas pelayanan dan kenyamanan pasien. Pembangunan ini bertujuan untuk menyediakan pelayanan world class, sehingga bagi kelompok masyarakat yang terbiasa melakukan pemeriksaan di luar negeri dapat melakukannya di RSHS. Gedung yang terdiri dari 8 lantai ini dibangun untuk memberikan pelayanan diagnostic, pelayanan jantung dan pelayanan PET yang lengkap, modern, dan nyaman sesuai dengan tuntutan masyarakat dari semua tingkat sosial.

                Peralatan diagnostic yang disediakan di gedung ini dapat digunakan oleh berbagai disiplin, seperti Radiologi, Neurologi, Kebidanan dan Kandungan, Penyakit Dalam, Patologi Klinik, Patologi Anatomi, dan lain sebagainya. Di gedung ini juga disediakan pelayanan Positron Emission Tomography (PET Center) yang akan menjadi unggulan dari Kedokteran Nuklir dan pelayanan Medical Check Up untuk mendukung health tourism.

                Bagi pelayanan jantung, gedung ini akan mendukung pelayanan yang prima dan paripurna seperti ruang gawat darurat jantung, poliklinik spesialis jantung, poliklinik kardiovaskular, rawat inap khusus, uji latih (treadmill exercise test), echocardiografi, holter monitoring, kardiologi nuklir, unit diagnostic invasive dan terapi intervensi non-bedah, terapi jantung dan vascular, rehabilitasi medik jantung, cardiac medical check up serta berbagai kegiatan pendidikan dan penelitian.

Dengan berbagai kemajuan ini diharapkan dapat meningkatkan daya saing perumahsakitan di Indonesia dan menurunkan jumlah pasien Indonesia yang berobat ke luar negeri, bahkan sebaliknya, meningkatkan jumlah kunjungan pasien luar negeri (Asia) yang berobat di Indonesia (health tourism).

Tanggung Jawab Sosial Melalui Corporate Social & Responsibility

Coorporate social responsibility (CSR) adalah hal yang mutlak dilakukan oleh setiap lembaga sebagai bentuk tanggung jawab terhadap masyarakat disekitarnya. Mungkin tidak terlalu asing di telinga kita kabar mengenai pengobatan Dede si manusia akar atau operasi pemisahan bayi kembar siam Wanda-Wandi, dan berbagai berita lainnya. Perawatan beberapa pasien yang membutuhkan tersebut dibiayai dari dana RSHS yang masuk kedalam program CSR RSHS.

Setiap tahunnya RSHS memberikan subsidi biaya kepada pasien miskin dan tidak mampu. Pada tahun 2011 biaya yang dikeluarkan sekitar 30 Milyar, tahun 2012 sebanyak 40 Milyar, dan diperkirakan tahun ini jumlahnya akan meningkat pesat. Anggaran ini direalisasikan dalam program Gakin RSHS (Keluarga Miskin), yaitu pasien kurang beruntung yang tidak mendapat fasilitas Jamkesmas dan Jamkesda dan tidak mampu membayar biaya pengobatan secara mandiri. Tentu ini didukung dengan pengelolaan keuangan yang berprinsip transparansi, efektif, efisien, dan akuntabel. Seluruh program CSR ini diharapkan dapat membantu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat kurang mampu yang membutuhkan fasilitas pelayanan kesehatan di Rumah sakit Hasan Sadikin ini.

Subbag Humas & Protokoler
RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
Jl. Pasteur No.38 Bandung
Tlp. 022-2551101

Comments are closed.