Memperingati Hari Kesehatan Telinga dan Pendengaran Sedunia yang diselenggarakan tiap 3 Maret, Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan bahwa sekitar 1,1 miliar remaja dan dewasa muda menghadapi risiko gangguan pendengaran.

Kepala SMF THT-KL RSHS, Dr. dr. Ratna Anggraeni S. Poerwana, Sp.THT-KL(K)., M.Kes., menyatakan, masyarakat harus lebih waspada terhadap gaya hidup yang dapat merusak pendengaran. “Jangan sampai generasi muda saat ini beberapa tahun mendatang fungsi pendengaran akan berkurang dan generasi ini menjadi generasi ‘hah’”. Jelas dr. Ratna dalam acara open discussion yang diselenggarakan Subbag Humas & Protokoler dan SMF THT, 3 Maret 2015.

Masa depan pendengaran generasi muda perkotaan saat ini memang menghawatirkan. Berbagai penelitian telah dilakukan, termasuk di kota Bandung. dr. Ratna beserta tim melakukan penelitian di anak sekolah dan di buruh pabrik. Hasil dari penelitian di buruh pabrik dinyatakan bahwa kebisingan mesin pabrik yang selama ini diterima buruh telah diluar batas dan mengancam kesehatan pendengaran. Sementara penyebab rusaknya pendengaran bagi remaja pada umumnya adalah pola hidup menggunakan gadjet sehingga telinga terpapar audio pribadi serta maraknya hiburan malam (dugem) yang menawarkan musik keras.

Menurut laporan WHO, di seluruh dunia, sekitar 360 juta orang atau lebih dari 5 persen populasi dunia memiliki gangguan pendengaran. Berbagai faktor dapat menyebabkan gangguan pendengaran, termasuk kondisi genetik, penyakit infeksi tertentu, penggunaan narkoba, penuaan dan kebisingan lingkungan. Masalahnya, sekitar separuh dari semua kasus gangguan pendengaran dapat dihindari.

WHO juga menganalisis sejumlah studi di negara-negara berpenghasilan rendah dan tinggi yang menunjukkan sekitar setengah dari orang berusia 12-35 tahun telah terkena paparan audio yang merusak pendengaran dari perangkat audio pribadi, termasuk smartphone. Sekitar 40 persen dari kelompok usia ini bahkan juga berpotensi mengalami gangguan pendengaran karena sering mendatangi tempat-tempat seperti klub malam, bar ataupun acara olahraga.

Batas maksimal kebisingan yang dapat diterima manusia adalah paparan suara 85 dB (desibel) atau lebih selama 8 jam, 95 dB dalam 2 jam, atau 100 lebih dB dalam 15 menit.

Untuk mencegah rusaknya pendengaran, buruh pabrik dihimbau menggunakan alat penutup telinga ketika bekerja, misalnya dengan mengunakan pelindung telinga. Dan bagi remaja, kurangi mengunjungi tempat hiburan malam, mendengarkan musik melalui earphone secara terus menerus dan bervolume keras, dan jika berada di ruangan bising gunakan earplug (alat penutup telingan sehingga telinga terindungi dari kebisingan.

Di akhir diskusi dr. ratna menjelaskan, belum ada obat yang dapat menyembuhkan ketulian, oleh karena itu merawat, menjaga serta mencegah dari terjadinya ketulian merupakan tindakan yang tepat dan efektif untuk menghindari terjadinya resiko ketulian.

Comments are closed.