Pidato pada Dies Natalis ke 49
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Palembang, Sabtu 29 Oktober 2011

Oleh
Dr. H. Bayu Wahyudi, MPHM,SpOG
(Alumni FK UNSRI – Direktur Utama RSUP Dr.Hasan Sadikin Bandung)
2011

Bismillahirrohmannirrohiim

Yth.  Rektor Universitas Sriwijaya

Yth. Dekan dan Para Pembantu Dekan FK  Unsri

Yth. Senat, Guru Besar FK Unsri

Yth. Sesepuh/tokoh  pendiri, Ketua dan pengurus Ikatan Alumni FK Unsri, Yang saya Banggakan

Yth. Para Undangan, TS , para senior dan adik-adik ,  para tamu undangan  yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu

Para Mahasiswa  FK Unsri yang saya cintai

Hadirin dan hadirot sekalian yang saya Hormati

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Selamat pagi, salam sejahtera bagi kita semua

Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah Subhanahuwata’ala,Tuhan Yang Maha Kuasa, atas limpahan karunia dan rahmatNya kita masih diberi kesempatan untuk berkumpul di sini dalam rangka menghadiri acara “ Dies Natalis ke 49 Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, tahun 2011. Semoga kita semua senantiasa mendapat lindungan, petunjuk, bimbingan  dan kekuatan agar tetap terus bisa berkarya untuk kemaslahatan masyarakat, bangsa dan negara yang kita cintai.

Dalam kesempatan ini, saya sampaikan terima kasih kepada Dekan  dan panitia Dies Natalis FK Unsri yang telah memberikan kesempatan dan kehormatan untuk menyampaikan Pidato Dies natalis ini.

Hadirin yang berbahagia,

Kemarin tanggal 28 Oktober 2011 kita baru melaksanakan peringatan Sumpah pemuda ke 83, dimana pada tangga 28 Oktober 1928 pada pemuda  sebagai pelopor perjuangan bangsa , bersatu padu dengan semangat kebersamaan , dengan tekat yang bulat sudah dapat melakukan sesuatu fondasi mendirikan Negara Indonesia yang Merdeka , bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Setelah melalui perjalanan yang panjang 66 tahun kemerdekaan, hingga saat ini kita hidup di era reformasi dengan segala kebebasan demokrasi yang sudah sejak 1998 (13 Tahun lalu) , tetapi kita merasakan bahwa keadaan masih jauh dari harapan cita-cita kemerdekaan yang kita inginkan. Dan tentu kita semua tidak mungkin akan kembali ke belakang melawan bantul waktu yang terus berjalan , tetapi harus berfikir kedepan dan melakukan tindakan “action” dengan analisa yang cerdas “Smart” untuk mengisi dan melakukan sesuatu yang bermanfaat dalam memasuki serta menghadapi era reformasi dan era globalisasi dimana kemajuan tekhnologi informasi yang sangat cepat, sehingga batas-batas kedaulatan negara dapat ditembus tanpa batas oleh teknologi komunikasi,TV, IT, HP, Internet sehingga dikenal era “Borderless”.

Saat ini kita dihadapi oleh kebijakan Global baik WTO, AFTA, CAFTA,dll  sehingga tentu kita mau-tidak mau harus siap untuk bertahan dan unggul menghadapi segala Hambatan, Tantangan, Ancaman dan Gangguan, sehingga menjadi bangsa yang “survive”. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana caranya agar “Survive”.??. Untuk “Survive” bertahan dan tetap unggul, diperlukan upaya, kamauan dan tekat , serta motivasi kuat dari diri kita, dan harus siap beradaptasi dengan zaman dengan mempersiapkan

kemampuan unggul dengan kapasitas yang “Cavable”, mempunyai akses yang “Accessable” dengan networking luas sehingga dapat diterima semua pihak (“Acceptable”), tentu hal tersebut tidak mudah dan diperlukan proses pembelajaran yang terus menerus dalam meningkatkan kemampuan Kapabilitas dan “uptodate”, dan dalam istilah kedokteran lebih familiar dikenal dengan ” long Life study” atau “Learning Procces” dengan iklim yang kondusif.

Hadirin sekalian ,

Dengan kemajuan tekhnologi saat ini kita mungkin belum tentu unggul dalam penggunaan IT Gatget ( komputer, internet ) dibanding anak-anak kita generasi sekarang. Dan saat ini bila ingin mengetahui sesuatu tinggal “klik” tanya keasissten kita mr. ”google” maka akan dapat semua yang kita inginkan. Sampai-sampai kalo ingin tau diri saya BAYU WAHYUDI dicari ke Google maka akan keluar segala informasi tentang yang kita “klik’’ sehingga segala sesuatu diera saat ini cendrung lebih mudah di “Acces” dan didapat, sehingga dikenal dengan era reformasi dan transparansi.

Bila kita melihat dan menelaah keadaan negara kita Saat ini tentu banyak sekali masalah yang ada dan masalah tersebut tentu akan tetap ada selama kita hidup bernegara dan berbangsa, demikian juga kita sebagai manusia, selama kita hidup tentu masalah masalah akan tetap ada, tinggal penyelesaiannya tergantung individu dalam memilih penyelesaiannya, ada yang berlari dari masalah, ada yang menghadapi dengan reaktif, emosional dan ada yang menyelesaikan dengan responsive , baik dan bijaksana.

Yang saya hormati Hadirin sekalian,

Merurut hasil penilaian World Economic Forum (WEF) tahun 2011-2012 Indonesia berada pada urutan ke 46 dari 142 negara yang dinilai  dalam hal daya saing (Competitiveness), adapun negara tersebut merupakan negara yang berdaya saing mulai paling baik hingga seterusnya.  Urutan 1 Switzerland, 2 Singapore, 3 Sweden, 4 finland, 5 USA, 9 Jepang, 21 malaysia, 26 China, 39 Thailand.

Dan Menurut RPJPM 2005-2025 , Human Development Index (HDI) Indonesia 0,585 ditahun 2000 dengan peringkat 112 dari 175 Negara dan tahun 2007 menjadi 0,728 dengan peringkat 107 dari 177 negara.

Kita sebagai bangsa didunia yang sudah masuk dalam PBB tentu tidak terlepas dari tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara dan harus mengikuti ketentuan berbangsa. Deklarasi Universal tentang Hak-hak Asasi Manusia (The Universal Declaration of Human Right  10 Desember 1944) diterima dengan suara bulat oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN -PBB). Mukadimah Deklarasi itu sendiri, dimulai dengan mengakui akan: “martabat dan hak yang sama dan yang tidak dapat dicabut dari semua anggota umat manusia”, akan hak-haknya. Sesungguhnya konsep hak-hak asasi manusia mempunyai 2 pengertian dasar yang tidak dapat dipisahkan. Yang pertama ialah hak-hak yang tidak dapat dipisahkan dan dicabut adalah hak manusia karena ia adalah seorang Manusia. Hak-hak ini adalah hak hak moral yang berasal dari kemanusiaan setiap manusia. Pengertian kedua dari hak-hak asasi manusia adalah hak-hak menurut hukum, yang dibuat sesuai dengan proses pembentukan hukum dari masyarakat itu sendiri, baik secara nasional maupun internasional. Dasar dari hak-hak ini adalah persetujuan dari yang diperintah, yaitu persetujuan dari para warga, yang tunduk kepada hak-hak itu dan tidak hanya tata tertib alamiah yang merupakan dasar dari arti yang pertama. Dengan demikian, ada 3 hak-hak dasar manusia, ialah  (1) Hak-hak Pribadi, (2)  Hak-hak Sosial (3) Hak-hak Budaya. Sehingga kita sekarang harus mempersiapkan diri dan mempunyai dasar pengetahuan tidak hanya dalam keilmuan yang kita jalani seperti Kedokteran tetapi juga pengetahuan dalam bidang hukum. minimal hukum Kesehatan, atau hukum secara Umum yang berlaku dinegara kita.

Hadirin yang saya Hormati

Bagaimana dengan hak untuk hidup sehat?

Hak untuk hidup sehat  sesungguhnya merupakan interaksi dan interelasi dari hak-hak pribadi, hak-hak sosial, dan hak-hak budaya, sebagai bagian dari hak universal.

Hak untuk hidup sehat, secara khusus ada di dalam Deklarasi Universal tentang Hak-hak Asasi Manusia yang menyebutkan bahwa: “tiap orang mempunyai hak untuk hidup pada standar yang layak untuk kesehatan dan kesejahteraan mereka, dan keluarga mereka, termasuk hak untuk mendapat makanan, perumahan, dan pelayanan kesehatan” (“everyone has the right to a standard of living adequate for the health and well-being of himself and of his family, including food, clothing, housing, and medical care”).

Dari dasar tersebut , maka sesungguhnya tiap gangguan, intervensi; atau ketidakadilan, ketidak acuhan, apapun bentuknya yang mengakibatkan ketidak sehatan tubuh manusia, kejiwaannya, lingkungan alam dan lingkungan sosialnya, pengaturan dan hukumnya, serta ketidak adilan dalam manajemen sosial yang mereka terima, adalah merupakan pelanggaran hak mereka, hak-hak manusia.

Hak untuk hidup sehat di Indonesia telah dinyatakan dengan tegas dalam Undang-Undang Dasar 1945, bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.   Begitu juga oleh Organisasi Kesehatan Sedunia (World Health Organization) pada tahun 1948 telah dinyatakan dengan jelas bahwa “Health is a fundamental right”, yang mengandung suatu kewajiban untuk menyehatkan yang sakit dan mempertahankan serta meningkatkan yang sehat.

Hadirin yang berbahagia,

Begitu pentingnya kesehatan suatu bangsa, sehingga menjadi salah satu ukuran dalam menentukan Human Development Index (HDI). Telah ditetapkan dalam Undang-undang No. 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang  (RPJPM) Tahun 2005-2025  bahwa dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing, maka kesehatan bersama-sama dengan pendidikan dan peningkatan daya beli keluarga/masyarakat adalah tiga pilar utama untuk meningkatklan kualitas SDM dan HDI (Indeks Pembangunan Manusia) Indonesia.     

Seperti disebutkan sebelumnya bahwa terdapat 3 (tiga) domain utama yang dinilai pada HDI, yaitu: 1.Kesehatan, 2. Pendidikan,  dan 3. Ekonomi. Sesungguhnya ketiga domain tersebut saling berinteraksi dan berinterrelasi satu dengan yang lainnya, namun  tanpa kesehatan yang baik, pendidikan tidak mungkin dapat berjalan dengan baik, tanpa kesehatan yang baik dan pendidikan yang baik mustahil ekonomi keluarga masyarakat dapat membaik pula. Tanpa kesehatan dan pendidikan yang baik/prima, ekonomi kita kelak hanya merupakan ekonomi yang lemah . Namun sebaliknya pula, tanpa ekonomi yang kuat, kesehatan dan pendidikan keluarga/masyarakat pun tidak mungkin dapat membaik pula. Oleh karena itu, HDI merupakan “cermin dari kecerdasan, kesejahteraan dan kemakmuran bangsa” sekaligus merupakan tolak ukur dari masyarakat madani.  Masyarakat yang kita idam- idamkan bersama, yaitu suatu tatanan masyarakat modern (masyarakat yang dapat menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai sarana hidupnya), masyarakat yang berbudaya, masyarakat yang beradab (sehat fisik, mental dan sosialnya), dan masyarakat yang beragama.

Keadaan masa depan masyarakat Indonesia yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lungkungan dan dengan perilaku hidup sehat baik jasmani, rohani, maupun sosial dan memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Keinginan tersebut dirumuskan dalam visi pembangunan kesehatan Indonesia, yaitu: Indonesia Sehat 2025.

Sasaran yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan pada tahun 2025 adalah meningkatnya derajat kesehatan masyarakat yang ditunjukkan oleh indikator dampak, yaitu:

  1. Meningkatnya umur harapan hidup dari 69 tahun pada tahun 2005 menjadi 73,7 pada tahun 2025
  2. Menurunnya angka kematian bayi dari 32,3 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2005 menjadi 15,5 per seribu kelahiran hidup pada tahun 2025
  3. Menurunnya angka kematian ibu dari 262 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2005 menjadi 74 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2025.
  4. Menurunnya prevalensi gizi kurang pada balita dari 26% pada tahun 2005 menjadi 9,5% pada tahun 2025.

Melihat sasaran-sasaran tersebut di atas, maka keberhasilan pembangunan kesehatan tidak semata-mata ditentukan oleh hasil kerja keras sektor kesehatan, tetapi sangat dipengaruhi pula oleh hasil kerja serta kontribusi positif berbagai sektor pembangunan lainnya. Wawasan kesehatan perlu dijadikan sebagai azas pokok program pembangunan nasional. Dalam pelaksanaannya seluruh unsur atau subsistem dari Sistem Kesehatan Nasional berperan sebagai penggerak utama pembangunan nasional berwawasan kesehatan dan diejawantahkan dalam bentuk program-program dalam RPJMN dan Renstra Kementerian Kesehatan.

Sehingga kita yang berhubungan dengan pengabdian masyarakat berupa pelayan, pendidikan dan penelitian dibidang kesehatan perlu untuk berbenah diri melakukan sinergi dan akselerasi sehingga dapat sejalan dengan kebijakan bernegara dalam menghadapi tantangan kedepan di era globalisasi guna meningkatkan daya saing bangsa.

 

Hadirin yang berbahagia,

Terdapat minimal 4 tantangan yang harus dilewati dalam pembangunan kesehatan masyarakat Indonesia, yaitu:

  1. Adanya agenda kesehatan yang belum selesai (AKB, AKI, Gizi Kurang, Umur Harapan Hidup, dll.)
  2. Adalanya disparitas masalah kesehatan
  3. Pencapaian komitmen global (MDGs)
  4. Adanya lost generation, pentingnya pembangunan SDM kesehatan.

Walaupun Kementrian Kesehatan RI telah berupaya  mengimplementasikan program pembangunan kesehatan dalam mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan sesuai dengan tantangan yang dihadapi. Kita dapat melihat hasilnya adalah sebagai berikut:

  • Umur harapan hidup (UHH/life expentancy) meningkat dari 68,6 tahun pada tahun 2004 menjadi 70,5 tahun pada tahun 2007.
  • Prevalensi Gizi Kurang dan Gizi Buruk sejak 1989 – 2010 menunjukkan penurunan. Hasil Riskesdas 2010 menunjukkan prevalensi Gizi Kurang menjadi 17,9% dan Gizi Buruk menjadi 4.9%.  Artinya kemungkinan besar sasaran pada tahun 2014, yaitu pada akhir periode ke-2 pembangunan kesehatan, akan dicapai  sebesar 15,0% untuk Gizi Kurang dan 3,5% untuk Gizi Buruk. Untuk mencapai sasaran pada tahun 2014, upaya perbaikan gizi masyarakat yang lakukan adalah peningkatan program ASI Ekslusif, upaya penanggulangan gizi mikro melalui pemberian Vit. A, Taburia, tablet besi bagi bumil, dan iodisasi garam, serta memperkuat penerapan tata laksana kasus gizi buruk dan gizi kurang di fasilitas kesehatan.
  • Kesehatan anak Indonesia juga terus membaik. Angka kematian balita, bayi, maupun neonatal terus menurun. Angka Kematian Balita menurun dari 97 pada 1991 menjadi 44 per 1.000 kelahiran hidup (KH) pada tahun 2007 (SDKI). Angka Kematian Bayi, menurun dari 46/1000 kelahiran hidup tahun 1997 menjadi 34 per 1.000 KH tahun 2007 (SDKI 2007) dan  Angka Kematian Neonatal menurun dari 32 menjadi 19 kematian per 1.000 KH.
  • Angka Kematian Ibu (AKI) juga mengalami penurunan dari 318 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1997 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 (SDKI, 2007).

Hadirin yang berbahagia,

Kita melihat bahwa melalui program pembangunan kesehatan yang diupayakan oleh pemerintah dan atas upaya semua pihak terutama Sejawat yang berkerja disemua lini sektor kesehatan telah membawa  perbaikan pada sasaran-sasaran yang ditetapkan, namun masih belum seperti yang diharapkan. Dan merupakan tantangan bagi kita semua untuk melakukan perbaikan tersebut.

Sebagai gambaran Misalnya saja, meskipun terus menurun, AKB di Indonesia masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN, yaitu 3,4 kali lebih tinggi dari Malaysia, 1,3 kali lebih tinggi dari Filipina, dan 1,7 kali lebih tinggi dari Thailand. Indonesia menduduki ranking ke-6 tertinggi setelah Singapura (3 per 1.000), Brunei Darussalam (8 per 1.000), Malaysia (10 per 1.000), Vietnam (18 per 1.000), dan Thailand (20 per 1.000).

Sementara itu, target Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015 adalah 23/1.000 KH untuk Angka Kematian Balita dan  17 per 1.000 KH untuk Angka Kematian Bayi. Sementara Angka Kematian Ibu ditargetkan menurun menjadi 102 per 100.000 KH pada tahun 2015.

Salah satu cara yang paling efektif untuk menurunkan angka kematian ibu adalah dengan meningkatkan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih di fasilitas kesehatan. Secara nasional persentase persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih meningkat dari 66,7 persen pada tahun 2002 menjadi 77,34 persen pada tahun 2009 (Susenas). Angka tersebut terus meningkat menjadi 82,3 persen pada tahun 2010 (Data Riskesdas, 2010). Untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu, salah satu terobosan baru Kementerian Kesehatan adalah melalui Jaminan Persalinan (Jampersal). Jampersal merupakan pelayanan paket kesehatan berupa kontrol terhadap ibu hamil (antenatal), persalinan, kontrol setelah melahiran (postnatal) dan pelayanan keluarga berencana. Paket ini berlaku untuk persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan, mulai dari Polindes, Puskesmas dan seluruh rumah sakit pemerintah di kelas tiga dan RS Swasta yang ditunjuk.

Hadirin yang berbahagia,

Upaya untuk memerangi HIV/AIDS, Malaria dan Penyakit Menular Lainnya yang juga menjadi salah satu target MDGs telah dilakukan berbagai upaya, antara lain melalui:

  • Upaya pencegahan dan pengendalian penyakit HIV/AIDS yang difokuskan pada upaya menekan angka prevalensi kasus HIV dan meningkatkan persentase orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang mendapat Anti Retroviral Treatment (ARV). Faktor risiko penularan HIV paling banyak melalui hubungan seksual sebesar 50,3% dan pengguna narkoba dengan jarum suntik (IDU) sebesar 40,2%.  Saat ini angka prevalensi kasus HIV telah berhasil dipertahankan pada kisaran 0,2%. Sedangkan persentase penderita ODHA yang mendapat ARV sudah mencapai 76,8% pada tahun 2010.
  • Penemuan kasus malaria telah tercapai 1,96 per 1.000 penduduk pada tahun 2010. Upaya yang telah dilakukan dalam pengendalian malaria di antaranya pembagian kelambu, penyemprotan rumah pada daerah yang terjadi peningkatan kasus, integrasi dengan program lain seperti KIA, dan pengobatan malaria. Diharapkan road map pengendalian malaria dijalankan, terutama kegiatan Eliminasi Malaria di DKI, Bali, Batam (tahun 2010), Jawa, Aceh, Kepri (tahun 2015), Sumatera, NTB, Kalimantan & Sulawesi (tahun. 2020), serta Papua, Papua Barat, Maluku, NTT, Maluku Utara (tahun 2030).
  • Penemuan kasus TB mencapai 73,02% pada tahun 2010. Sedangkan angka keberhasilan pengobatan pada tahun 2009 mencapai 89,3%. Untuk penanggulangan TB ini Kementerian Kesehatan melakukan pengaturan Strategi Nasional Pengendalian Tuberkulosis Tahun 2011-2014 yang bertujuan untuk memberikan acuan bagi pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat,fasilitas pelayanan kesehatan, institusi pendidikan/penelitian, serta lembaga swadaya masyarakat dalam penyelenggaraan program pengendalian tuberkulosis. Pengembangan jejaring penanggulangan ini kementrian kesehatan berharap pemerintah provinsi berperan untuk (1) perencanaan di tingkat provinsi, (2) koordinasi pelaksanaan kegiatan pengendalian tuberkulosis di provinsi, (3) mendorong ketersediaan dan peningkatan kemampuan sumber daya manusia, (4)  monitoring, evaluasi, dan bimbingan teknis kegiatan pengendalian Tuberkulosis (5)membantu pengadaan dan distribusi obat, alat kesehatan, dan perbekalan kesehatan lainnya yang diperlukan, (6) koordinasi dan kemitraan kegiatan pengendalian tuberkulosis dengan institusiterkait (7) pemantapan mutu laboratorium tuberkulosis; dan (8) pencatatan dan pelaporan.
  • Di bidang sanitasi telah berhasil menggerakkan masyarakat di 2.510 desa untuk melaksanakan program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat pada tahun 2010. Pada tahun 2011, sasarannya akan meningkat 2 kali lipat dari tahun 2010. Di bidang kualitas air minum, hasil pemantauan tahun 2010 menunjukkan 85,18% rumah tangga yang mendapat air dari PDAM telah memenuhi syarat.

 

Hadirin yang berbahagia,

Perlu kita cermati terhadap tindak lanjut dari hasil Analisa dan evaluasi yang dilakukan Kementerian Kesehatan dalam mengembangkan rencana strategik untuk  periode tahun    2010–2014 dengan

visi  MASYARAKAT SEHAT YANG MANDIRI DAN BERKEADILAN.                                   Untuk mencapai visi tersebut ditempuh melalui misi yang terdiri dari:  (1) melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu, dan berkeadilan, (2) menjamin ketersediaan dan pemerataan sumberdaya kesehatan, (3) memberdayakan masyarakat, termasuk swasta dalam pembangunan kesehatan serta (4) menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.

Untuk mempercepat capaian sasaran Kementerian Kesehatan RI telah merespon menyusun Roadmap  Reformasi Kesehatan Masyarakat  yang berisikan Prioritas Reformasi Kesehatan 2010-2014, terdiri dari: (1) Jaminan Kesehatan Masyarakat, (2) Pelayanan kesehatan di daerah terpencil, perbatasan dan   kepulauan/DTPK (3) Ketersediaan obat dan alat kesehatan di setiap fasilitas kesehatan serta pengembangan obat tradisional/jamu (4) Reformasi birokrasi pembangunan kesehatan, (5)  Bantuan operasional kesehatan, (6) Penanganan daerah bermasalah kesehatan, (7) Rumah Sakit Indonesia Kelas Dunia (World Class Hospital).

Sebagai implementasi strategis reformasi dalam bidang kesehatan dikeluarkannya Undang-undang RS No. 44/2009 di mana rumah sakit mempunyai tugas  memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan fungsi (1) penyelenggaraan pelayanan   pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan RS (2) pemeliharaan dan peningkatan kesehatan  perorangan  (3) penyelenggaraan Diklat SDM  dan (4) penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan. Pengembangan strategi yang lain adalah pengembangan mutu pelayanan gerakan global secara  universal dengan pengembangan mutu yang semula ke arah kualitas menuju  paradigma  “quality and safety” melalui pemberian pelayanan yang akuntabel melalui proses good corporate  governance facility management and  safety  dengan proses (1) governance, leadership, and direction, (2) staff qualifications and education, dan (3) management of  communication  and information.

 

Sedangkan untuk proses good clinical governance dikembangkan melalui sistem pengembangan ( 1) quality improvement  and safety, (2) prevention and control of infections, (3) access and continuity of care, (4) patient and family rights (5) assessment of patients, (6) care of patients, (7) anesthesia and surgical care, (8)medication management and use, (9) patient and family education. Dengan strategi tersebut diharapkan akan menghasilkan outcome berupa safe and quality  health  care.

Dengan adanya tantangan dan regulasi, sekarang ini, menjadi isu hangat setiap rumah sakit yang ingin diakui berstandar internasional harus  menjalani Akreditasi Joint Commission International (JCI).

 

Hadirin yang berbahagia,

Semakin kompleksnya tantangan pembangunan kesehatan  menghendaki dilakukannya perubahan paradigma pembangunan tenaga (SDM) kesehatan secara mendasar. Bentuk perubahan-perubahan tersebut adalah : (1) perubahan dari pandangan kehidupan masyarakat lokal ke masyarakat dunia (global ), (2)  perubahan dari kohesi sosial menjadi partisipasi demokratis utamanya dalam pendidikan dan praktik kewarganegaraan, dan (3)  perubahan dari pertumbuhan ekonomi ke perkembangan kemanusiaan .

Tidak dapat dielakkan lagi sejak saat ini General Agreements on Trade and Services (GATS) akan membawa kita ke arah perdagangan jasa secara bebas yang penuh persaingan, yang dapat dilakukan melalui:

  • Cross border (lintas batas dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi)
  • Consumption abroad (warga negara kita berobat ke luar negeri)
  • Supplier presence (seperti: RS Asing berdiri di Indonesia), dan
  • Natural person presence (Bebas bergeraknya SDM, termasuk SDM Kesehatan dan Penyedia Pelayanan Kesehatan Internasional, dengan teknologinya di dunia ini, ke Indonesia)

Khusus untuk persaingan sumber daya manusia, bagi kita kesehatan dan pendidikan masih fokus dalam membina investasi kapital SDM bagi kemajuan bangsa. Di sinilah kita perlu bicara tentang kebijakan, modal dan skenario dari ke dua domain ini. Di sinilah kita perlu bicara politik: pada kedua domain ini. Disini pula kita perlu bicara tentang perlindungan hukum yang pasti, sebagai bagian dari hak asasi manusia, hak untuk mendapatkan kesehatan dan perlindungan kesehatan terhadap diri masing-masing, keluarga, dan masyarakat. Disadari sekali lagi bahwa demografi, sosial, ekonomi dan budaya, serta taraf pendidikan masyarakat sendiri masih merupakan kendala yang harus tetap dapat diatasi. Di sinilah peran penting yang harus dapat dimanfaatkan oleh para ahli di bidangnya masing-masing dalam mewujudkan masyarakat sehat itu. Pemberdayaan masyarakat, kerjasama lintas sektor dengan sistem-sistemnya yang terintegrasi, dan profesionalisme merupakan kata-kata kunci dalam pengejawantahan Paradigma Sehat menuju Indonesia Sehat yang sama-sama kita dambakan. Sebagai paradigma, dan juga sebagai pengawal (the guardians) dari kesehatan individu, kesehatan keluarga, dan kesehatan masyarakat, sebagai pengawal harkat dan martabat manusia; yang tidak dapat dihilangkan dan dicabut dari dirinya. Karena ia merupakan bagian dari kemanusian. Gangguan, intervensi, ketidakadilan, ketidak acuhan, apapun bentuknya yang mengakibatkan ketidak sehatan tubuh manusia, kejiwaannya, lingkungan alam dan lingkungan sosialnya, pengaturan dan hukumnya, serta ketidak adilan dalam manajemen sosial yang mereka terima, merupakan pelanggaran hak mereka. Para dokter, para tenaga kesehatan, kita semua, diminta sebagai “the agent of change”  (agen perubahan) dalam pergeseran dan pengertian ini. Dokter, tenaga kesehatan, kita semua, diminta untuk mempromosikan kesehatan manusia, bersamaan dengan melindungi dan mempromosikan hak-hak manusia tersebut.

Hadirin yang saya hormati,

Apa yang harus kita lakukan untuk melahirkan generasi  harapan dari generasi bangsa untuk meningkatkan pembangunan kesehatan  di masa depan sehingga terbentuk pembangunan sumber daya manusia di bidang kesehatan yang seutuhnya?

Sebagai pelajaran untuk kita, di saat ini, di saat kesenjangan keadilan sosial melebar, penderitaan manusia meningkat; maka kesadaran kaum muda untuk senantiasa menghormati (“respect”) terhadap hak manusia, hak asasinya, harga dirinya sebagai manusia (“human dignity”) perlu kita tingkatkan bersama. Kita harus memberikan pengertian, advokasi, mendorong, dan meminta semua pihak, para pengambil keputusan, baik dari sektor privat dan publik (private sector dan public sector), untuk menindak lanjuti konsensus ini. Kita harus dan perlu untuk memberikan pelajaran, pelatihan, pada setiap kesempatan kepada anak-anak didik kita, formal, informal, terstruktur atau tidak terstruktur, dan kepada semua pihak yang berkaitan dengan hal dan ikhlwal yang berhubungan dengan keadilan sosial dan yang melekat pada hak-hak asasi manusia. Kita harus dan perlu mengambil posisi moral ini, kita harus bicara terbuka tentang hal dan ikhwal yang jelas-jelas melanggar hak-hak mereka, hak-hak kemanusiaan mereka, dalam bentuk apapun dalam bahasa yang dimengerti dan dapat ditangkap oleh mereka. Sebagai profesional, kita harus dan perlu mengambil langkah-langkah aktif seperti menyadarkan masyarakat untuk turut aktif dalam semua aktifitas dalam mencegah penderitaan umat manusia dan ketidakadilan sosial, termasuk kesehatan dan kesejahteraan mereka. Pembangunan kesehatan  tidak hanya untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat, tetapi juga dalam pembangunan sumber daya manusia, yang bermoral, beretika, beragama, dengan penekanannya pada keadilan sosial, solidaritas, hak-hak manusia, dan hukum yang berkeadilan. Waktunya telah tiba untuk kita semua untuk mengambil langkah-langkah positif kearah kemanusiaan yang beradab dan berkeadilan, seperti yang diamanahkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tercinta.

 

Untuk melakukan perubahan tersebut, dapat digunakan dua dasar landasan  berupa empat pilar pendidikan ( 1) Learning to know, (2) learning to do, (3) learning to live together ( with other ), (4) learning to be , dan belajar sepanjang hayat (learning througthout life). Perubahan juga terjadi pada orientasi pembelajaran isi kurikulum pendidikan dari dominasi penguasaan ilmu

pengetahuan dan keterampilan (hard skill ) ke penguasaan ilmu pengetahuan dan keterampilan profesional  serta kemampuan hubungan interpersonal (soft skill). Hal yang perlu ditekankan terutama pada saat pendidikan profesi yang bertujuan untuk menghasilkan para profesional yang akan melayani kebutuhan tertentu dari masyarakat.

Profesi pada umunya mengharapkan para anggotanya mampu terampil secara teknis dan dilandasi oleh basis keilmuan, dan mampu bekerjasama dengan baik dengan klien maupun sesama rekan kerja. Kurikulum pendidikan profesi umumnya menawarkan apa yang harus dipelajari untuk bisa menjalankan tugas atau pekerjaan sebagai suatu profesi dan bagaimana membangun identitas sebuah profesi (Shakerpeare, Keleher, & Moxham, 2007).

Hadirin yang berbahagia,

Pengembangan soft skill bukan merupakan produk dari pendidikan dan pelatihan sehari, melainkan hasil upaya yang terus menerus dilakukan dengan penuh kesabaran dan ketekunan membentuk seseorang. Kesuksesan yang sebenarnya merupakan kombinasi antara kemampuan hard skill dan soft skill ( Rao,2008 ). Soft skill membantu profesi kesehatan lebih pandai, lebih efektif dalam menghadapi permasalahan kesehatan dalam masyarakat. Jika profesi membekali kemampuan interpersonal yang lebih baik, komunikasi, pembentukan sikap dan percaya diri, bebekal team dan motivasi maka pelayanan masyarakat akan menjadi lebih baik.

Suatu studi yang dilakukan oleh Van Staden dkk ( 2006) untuk menjelaskan konseptualisasi soft skill di antara para mahasiswa kedokteran di Universitas Pretoria, Afrika Selatan menyimpulkan soft skill yang dimaksud oleh mahasiswa dalam konteks pendidikan dokter adalah menjadi pendengar yang baik, menjelaskan segala sesuatu yang diperlukan pasien, menggunakan tehnik komunikasi yang baik, membangun kepercayaan dengan pasien dengan berbagai latar belakang budaya, mempunyai sikap yang benar dan profesional, betul-betul tertarik untuk membantu meningkatkan kesejateraan pasien, punya empati, mengatasi permasalahan pasien dalam situasi yang sulit, dan berperilaku etis profesional.  Soft skill tersebut umumnya dibutuhkan dan perlu ditampilkan baik dalam berhubungan dengan pasien maupun dengan tenaga kesehatan lain.

Mahasiswa dididik dengan kurikulum yang mengintegrasikan hard skill dengan soft skill melalui perbaikan kurikulum yang sistematis, terintegrasi, dan terukur. Peran dosen dan pembimbing untuk mendukung dan memfasilitasi serta menciptakan lingkungan yang kondusif kearah pengembangan kurikulum, yang sistematis, strategis, dan kritis untuk semua sivitas akademika yang berarti saling mendidik, saling mengasihi, saling asah, asih dan asuh serta saling memfasilitasi untuk tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang seutuhnya.

Dalam melahirkan  tenaga kesehatan yang berkualitas perlu mengintegrasikan hard skill dengan soft skill melalui perbaikan kurikulum yang sistematis, terintegrasi, dan terukur. Mahasiswa tidak hanya diperoleh  dari lingkungan kampus saja tetapi juga dikembangkan dalam lingkungan jejaring dan satelit  pedidikan seperti lahan-lahan pendidikan baik di rumah sakit, puskesmas ataupun di masyarakat, sehingga perlu adanya koordinasi pembangunan mutu sumber daya manusia (SDM) kesehatan yang berperan sebagai pemikir ( Guru = Taecher), perencana (Designer) dan pelayan (Steward) pelaksana pembangunan kesehatan. Sebagai pengembang ilmu pengetahuan kesehatan. Salah satu kegiatan yang berperan terhadap pengembangan dan peningkatan mutu SDM kesehatan adalah melalui pendidikan dan pelatihan (Diklat). Diklat yang efektif akan menghasilkan SDM kesehatan yang lebih bermutu, sehingga mampu seirama dengan pengembangan budaya saling mendidik, saling mengasihi dan saling memfasilitasi untuk dapat  menghasilkan  perubahan, pertumbuhan dan perkembangan baik kinerja SDM kesehatan seiring dengan perkembangan  teknologi yang semakin pesat. Salah satu upaya yang dapat dikembangkan secara terintegrasi adalah salah satu jalan keluarnya adalah adanya bentuk kerjasama antar institusi yang bergerak dalam strategi pembelajaran dan penggunaan lahan pendidikan  dengan membentuk pilot-pilot project yang  menyerupai Pusat Sumber Belajar(Learning Resources Center) yaitu sebagai pusat pelayanan informas sumber belajar yang dikelola dengan prinsip kemitraan baik yang berupa informasi pengajar, bahan belajar dan sarana belajar. Hal ini kami lakukan di tempat kami dan dari pengalaman yang ada menghasilkan dampak positif yang sangat dahsyat.

Mengingat pembangunan tenaga (SDM) kesehatan sangat strategis, khusus untuk dokter yang dilakukan di fakultas kedokteran , sehingga mau tidak mau secara mendasar perlu melakukan metamorfose tumbuh lebih sempurna dengan tranformasi perubahan dan perubahan tersebut dapat berupa;  (1) perubahan dari pandangan kehidupan masyarakat lokal ke masyarakat dunia (global ), artinya siap dengan indikator yang universal dan siap berinteraksi secara global

(2) perubahan dari kohesi sosial menjadi partisipasi demokratis utamanya dalam pendidikan dan praktik kewarganegaraan, dan untuk ini diperlukan Learning proses dengan “Building Learning Capacity” baik yang dilakukan selama di kampus Universitas maupun setelah terjun di masyarakat.

(3)  perubahan dari pertumbuhan ekonomi ke perkembangan kemanusiaan, artinya kita harus menyiapkan kader generasi mendatang yang berjiwa “Interpreunership” dan berfikir “Out of the Box “ dan dapat mengangkat potensial lokal yang ada menjadi potensial yang unggul dan berdaya saing secara global atau dikenal “Think localy, act Globaly ”.

Hadirin sekalian,

Diera globalisasi sekarang agar dapat “Survive” kita harus merubah paradigma lama dan harus malakukan perubahan paradigma “ Change of paradigm” dalam seluruh aspek tatanan, dalam pendidikanpun tidak lepas dari Globalisasi, kita harus siap sekaligus Sebagai “ Teacher (Guru), Steward (Pelayan), Designer (perancang)” mungkin sekarang populer dikenal istilah  (Three in One ) , yang terintegrasi satu sama lainya dan bukan eranya lagi  berjiwa penguasa, saling mengklim dan saling merasa hebat sendiri seperti “Dinosaurus” yang galak besar yang punah karna tidak dapat beradaptasi.  Sehingga saat ini  diperlukan sistem bekerja sama yang terintegrasi dan bersinergi , bahu-membahu satu dengan lainnya dalam sistem tersebut, kita diberi amanah untuk menjadikan para anak didik dan alumni menjadi bintang

 “STAR” dibidangnya masing-masing , STAR (Strong Personality, Tallent, Acceptable with Capability, Responsible) tentu untuk mencetak para bintang tersebut diperlukan menyiapkan sarana, prasarana dan lingkungan pendidikan yang kondusive.

Demikian pula dalam menetapkan ukuran Indikator penilaian yang kita gunakan dan kita harus bersekala Universal dan global yang terukur (Measurable). Bila diizinkan saya sedikit memberikan Otokritik Misalnya : Dalam pemberian Nilai kelulusan IP SKS siswa kita bila kita memberikan nilai yang “terlalu pelit” sehingga dapat membatasi gerak potensial terhadap siswa yang bersangkutan untuk lebih maju, seperti mengikuti pendidikan dan mendapatkan lapangan pekerjaan yang diperlukan IP > 2,75 bahkan IP > 3,0,. Dari pengalaman pribadi saya banyak Institusi pendidikan lain yang secara objektif mutu dan Akreditasinya di bawah FK Unsri dapat memberikan nilai yang lebih baik (lebih besar IPK nya) dari yang FK Unsri berikan sehingga, alumni mereka mendapat kesempatan yang lebih  (banyak) untuk meraih pendidikan dan lapangan pekerjaan, walaupun dilain pihak alumni kita yang lebih baik dan lebih bermutu dari alumni lain yang mendapatkan IPK yang lebih besar, sehingga Alumni kita tidak mendapat kesempatan tersebut hanya karena IPK nya < 2,75 , atau < 3,00 , alangkah lebih bijaksananya bila dapat dicarikan solusinya  yang baik tanpa mengorbankan kualitas sistem pendidikan yang ada, misalnya dibuatkan regulasi agar bagi siswa yang IPKnya < 2,75 dianjurkan untuk melalukan perbaikan nilsai , sehingga dengan nilai yang lebih baik  ybs dapat ikut untuk bersaing ditingkat yang lebih luas baik melanjutkan pendidikan ataupun mencari pekerjaan secara nasional bahwan global.

          Untuk menyiapkan generasi yang unggul tentu diperlukan kawah candradimuka yang baik dengan iklim yang kondusif, misalnya saat ini yang hangat yakni fasilitas “WEBO Campus” dengan sarana internet yang menunjang, “Webo Library” dan fasilitas lainnya. Dan beruntung saat ini sesuai amanah Undang-Undang, Kementerian Pendikikan Nasional telah dianggarkan sebanyak 20 % dari Belanja APBN, dan kesempatan ini jauh lebih baik dibanding Kementerian Kesehatan yang dibawah 2,5 % ( 1,99 % DIPA APBN ditahun 2012)

Hadirin yang saya Hormati,

Demikianlah pokok pikiran yang dapat saya sampaikan dalam kaitannya dengan Dies natalis ke 49 Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya ini. Dirgahayu FK Unsri dan sukses selalu, semoga menghasilkan generasi penerus yang lebih baik, lebih berkualitas, menjadi Bintang “STAR” dilingkungannya mampu bersaing di tataran  nasional maupun internasional.

Viva FK Unsri, Jaya FK Unsri,..

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa memberi petunjuk dan kekuatan kepada kita semua . Amiin Ya Robbal Alamin.

Lebih dan kurang saya mohon maaf.

Wabillahitaufik walhidayah

Wassalamu’alaikum Warahmatullohiwabarakatuh

Comments are closed.