dr. Setyorini, SpOG(K)
dr. Setyorini, SpOG(K)

Marhaban ya Ramadhan!Bulan Ramadhan telah tiba. Bulan penuh kemuliaandengan banyak keutamaan ini harus kita sambut dengan semangat ibadah.Bagi ibu hamil dan menyusui yang ingin tetap beribadah shaum adalah suatu hal yang mulia, akan tetapi harus mengupayakan agar kesehatan ibu dan janin serta bayinya tidak terganggu.

Kondisi fisik seorang wanita dalam menghadapi kehamilan dan saat-saat menyusui memang berbeda-beda, namun, kalori yang dibutuhkan untuk memberi asupan bagi sang ibu dan sang buah hati adalah sama, yaitu sekitar 2200-2300 kalori perhari untuk ibu hamil dan 2200-2600 kalori perhari untuk ibu menyusui. Kondisi inilah yang menimbulkan konsekuensi yang berbeda bagi para ibu dalam menghadapi saat-saat puasa di bulan Ramadhan. Ada yang merasa tidak bermasalah dengan keadaan fisik dirinya dan sang bayi sehingga dapat menjalani puasa dengan tenang. Ada pula para ibu yang memiliki kondisi fisik yang lemah yang mengkhawatirkan keadaan dirinya jika harus terusberpuasa di bulan Ramadhan begitu pula para ibu yang memiliki buah hati yang lemah kondisi fisiknya dan masih sangat tergantung asupan makanannya dari sang ibu melalui air susu sang ibu.

Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW mengatakan: “Sesungguhnya Allah melepaskan dari seorang musafir kewajiban puasa dan ‘setengahnya’ shalat, dan melepaskan dari ibu hamil dan ibu menyusui kewajiban puasa.” [HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah, dan Baihaqi].

Tapi bagi Ibu yang ingin tetap berpuasa semuanya tergantung kesiapan mental dan fisik dari sang Ibu. Produksi ASI dipengaruhi psikolgis ibunya, jika yakin akan produksi ASI-nya Insya Allah semuanya akan lancar-lancar saja, akan tetapi ada ibu hamil dan ibu menyusui yang masih khawatir dengan efek samping puasa atau shaum. Perbedaan kondisi ibu memiliki konsekuensi hukum yang berbeda bentuk pembayarannya.

1. Untuk Ibu Hamil dan Menyusui yang Mengkhawatirkan Keadaan Dirinya Saja Bila Berpuasa

Bagi ibu, untuk keadaan ini maka wajib untuk mengqadha (tanpa fidyah) di hari yang lain ketika telah sanggup berpuasa. Keadaan ini disamakan dengan orang yang sedang sakit dan mengkhawatirkan keadaan dirinya. Sebagaimana dalam ayat:

“Maka jika di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka wajib baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” (Qs. Al Baqarah[2]:184).Berkaitan dengan masalah ini, Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan, “Kami tidak mengetahui ada perselisihan di antara ahli ilmu dalam masalah ini, karena keduanya seperti orang sakit yang takut akan kesehatan dirinya.” (al-Mughni: 4/394)

2. Untuk Ibu Hamil dan Menyusui yang Mengkhawatirkan Keadaan Dirinya dan Buah Hati Bila Berpuasa

Sebagaimana keadaan pertama, sang ibu dalam keadaan ini wajib mengqadha (saja) sebanyak hari-hari puasa yang ditinggalkan ketika sang ibu telah sanggup melaksanakannya.Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Para sahabat kami (ulama Syafi’iyah) mengatakan, ‘Orang yang hamil dan menyusui, apabila keduanya khawatir dengan puasanya dapat membahayakan dirinya, maka dia berbuka dan mengqadha. Tidak ada fidyah karena dia seperti orang yang sakit dan semua ini tidak ada perselisihan (di antara Syafi’iyyah). Apabila orang yang hamil dan menyusui khawatir dengan puasanya akan membahayakan dirinya dan anaknya, maka sedemikian pula (hendaklah) dia berbuka dan mengqadha, tanpa ada perselisihan (di antara Syafi’iyyah).’” (al-Majmu’: 6/177, dinukil dari majalah Al Furqon)

3. Untuk Ibu Hamil dan Menyusui yang Mengkhawatirkan Keadaan si Buah Hati saja

Dalam keadaan ini, sebenarnya sang ibu mampu untuk berpuasa. Oleh karena itulah, kekhawatiran bahwa jika sang ibu berpuasa akan membahayakan si buah hati bukan berdasarkan perkiraan yang lemah, namun telah ada dugaan kuat akan membahayakan atau telah terbukti berdasarkan percobaan bahwa puasa sang ibu akan membahayakan. Patokan lainnya bisa berdasarkan diagnosa dokter terpercaya – bahwa puasa bisa membahayakan anaknya seperti kurang akal atau sakit -. (Al Furqon, edisi 1 tahun 8)

Untuk kondisi ketiga ini, ulama berbeda pendapat tentang proses pembayaran puasa sang ibu, ada yang mewajibkan sang ibu untuk membayar qadha saja, membayar fidyah saja,

üDalil ulama yang mewajibkan sang ibu untuk membayar qadha saja.

Dalil yang digunakan adalah sama sebagaimana kondisi pertama dan kedua, yakni sang wanita hamil atau menyusui ini disamakan statusnya sebagaimana orang sakit. Pendapat ini dipilih oleh Syaikh Bin Baz dan Syaikh As-Sa’di rahimahumallah

üDalil ulama yang mewajibkan sang Ibu untuk membayar fidyah saja.

Dalill yang digunakan adalah sama sebagaimana dalil para ulama yang mewajibkan qadha dan fidyah, yaitu perkataan Ibnu Abbas radhiallahu’anhu, “Wanita hamil dan menyusui, jika takut terhadap anak-anaknya, maka mereka berbuka dan memberi makan seorang miskin.” ( HR. Abu Dawud) dan perkataan Ibnu ‘Umar radhiallahu’anhu ketika ditanya tentang seorang wanita hamil yang mengkhawatirkan anaknya, maka beliau berkata, “Berbuka dan gantinya memberi makan satu mud gandum setiap harinya kepada seorang miskin.” (al-Baihaqi dalam Sunan dari jalan Imam Syafi’i, sanadnya shahih).Dan ayat Al-Qur’an yang dijadikan dalil bahwa wanita hamil dan menyusui hanyamembayar fidyah adalah, “Dan wajib bagi orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar diyah (yaitu) membayar makan satu orang miskin.” (Qs. Al-Baqarah [2]: 184)

Hal ini disebabkan wanita hamil dan menyusui yang mengkhawatirkan anaknya dianggap sebagai orang yang tercakup dalam ayat ini. Pendapat ini adalah termasuk pendapat yang dipilih Syaikh Salim dan Syaikh Ali Hasan hafidzahullah

üDalil ulama yang mewajibkan sang Ibu untuk mengqadha dengan disertai membayar fidyah

Dalil sang ibu wajib mengqadha adalah sebagaimana dalil pada kondisi pertama dan kedua, yaitu wajibnya bagi orang yang tidak berpuasa untuk mengqadha di hari lain ketika telah memiliki kemampuan. Para ulama berpendapat tetap wajibnya mengqadha puasa ini karena tidak ada dalam syari’at yang menggugurkan qadha bagi orang yang mampu mengerjakannya.

üSedangkan dalil pembayaran fidyah adalah para ibu pada kondisi ketiga ini termasuk dalam keumuman ayat berikut,

“…Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin…” (Qs. Al-Baqarah [2]:184)

Hal ini juga dikuatkan oleh perkataan Ibnu Abbas radhiallahu’anhu, “Wanita hamil dan menyusui, jika takut terhadap anak-anaknya, maka mereka berbuka dan memberi makan seorang miskin.” (HR. Abu Dawud, dishahihkan oleh Syaikh Al Bani dalam Irwa’ul Ghalil). Begitu pula jawaban Ibnu ‘Umar radhiallahu’anhu ketika ditanya tentang wanita hamil yang khawatir terhadap anaknya, beliau menjawab, “Hendaklah berbuka dan memberi makan seorang miskin setiap hari yang ditinggalkan.”

Demikian pembahasan tentang qadha dan fidyah yang dapat kami bawakan. Semoga dapat menjadi landasan bagi kita untuk beramal. Adapun ketika ada perbedaan pendapat dikalangan ulama, maka ketika saudari kita menjalankan salah satu pendapat ulama tersebut dan berbeda dengan pendapat yang kita pilih, kita tidak berhak memaksakan atau menganggap saudari kita tersebut melakukan suatu kesalahan.

Semoga Allah memberikan kesabaran dan kekuatan bagi para Ibu untuk tetap melaksanakan puasa ataupun ketika membayar puasa dan membayar fidyah tersebut di hari-hari lain sambil merawat para buah hati tercinta. Wallahu a’alam.

SARAN YANG DAPAT KAMI BERIKAN BAGI IBU HAMIL YANG BERPUASA:

Ya, Seorang wanita hamil tetap dapat berpuasa selama kehamilannya, asalkan Ibu Hamil sanggup memenuhi asupan gizi dan kalori yang diperlukan selama kehamilannya ini untuk perkembangan dan pertumbuhan bayinya.

Selama berpuasa asupan gizi dan kalori tetap dibuat sama dengan saat tidak berpuasa, yaitu gizi seimbang dengan komposisi 50 % karbohidrat, 30 % protein, dan 10-20 % lemak. Hanya waktunya yang dipindah, semua asupan dipenuhi pada saat sahur, berbuka puasa dan waktu antara berbuka – sahur.

Selama hamil, asupan kalori sangat diperlukan sebagai nutrisi untuk perkembangan dan pertumbuhan bayi dalam kandungan. Jadi bagi ibu hamil, sebaiknya lebih memperhatikan asupan makanan yang dimakan saat sahur, berbuka puasa dan waktu antara berbuka – sahur.

DAN SEBAIKNYA IBU HAMIL MEMUTUSKAN PUASANYA BILA,:

ØIbu hamil muda dengan morning sickness atau mual-muntah saat kehamilannya.

ØIbu hamil dengan komplikasi lain atau Ibu hamil yang kehamilannya bermasalah, seperti Ibu hamil dengan tekanan darah tinggi, atau kencing manis, atau gangguan pencernaan dll.

ØPercayalah terhadap isyarat tubuh anda, bila anda merasa sangat lelah dan tidak dapat melanjutkkan puasa, pusing, gemetar, mual, dan demam ( ini adalah gejala berkurangnya kadar gula dalam darah anda(hipoglikemia)); dan menyadari bahwa asupan kalori makanan untuk kehamilan anda tak mencukupi, maka Ibu hamil sebaiknya memutuskan yang terbaik untuk dirinya dan juga bayi dalam kandungannya. Memaksakan berpuasa hanya akan mengganggu perkembangan janin. Antara Qadha dan Fidyah Bagi Ibu Hamil dan Menyusui

Sumber:

Maraji’:Ummu Ziyad, Ust/ Aris Munandar

Majalah As Sunnah Edisi Khusus Tahun IX/1426H/2005M

Majalah Al Furqon Edisi 1 Tahun VII 1428/2008

Majalah Al Furqon Edisi Khusus Tahun VIII 1429/2008

Kajian Manhajus Salikin, 11 Desember 2006 bersama Ust. Aris Munandar hafidzahullah

Panduan dan Koreksi Ibadah-Ibadah di Bulan Ramadhan, Arif Fathul Ulum bin Ahmad Saifullah. Majelis Ilmu. Cet 1 2008

BERIKUT TIPS SAHUR SEHAT:

§Pilih makanan yang mencukupi 4 sehat 5 sempurna. Komposisi yang seimbang adalah 50 persen karbohidrat, 30 persen protein, dan 10-20 persen lemak. Makanan yang mengandung karbohidrat, misalnya nasi, gandum; makanan yang mengandung protein tinggi umpamanya daging, ayam, tahu/tempe.

§Usahakan ada sayuran dan buah dalam menu sahur supaya BAB lancar dan tidak terjadi sembelit. Biasanya menu sahur kurang serat sehingga urusan ke belakang jadi tak lancar. Padahal, BAB yang tidak lancar berpotensi menyebabkan gangguan seperti wasir pada ibu hamil.

§Minum susu sangat disarankan untuk menambah kekuatan. Tetapi, bila kadar gula darah ibu hamil/menyusui tergolong tinggi, sebaiknya minum susu plain atau boleh ditambah pemanis yang aman/disarankan.

§Makanan pedas memang menggugah selera, apalagi untuk sahur. Tapi ingat, makanan yang terlalu pedas tidak disarankan untuk ibu hamil/menyusui. Kalaupun ingin makanan yang pedas, sebaiknya tidak berlebihan.

§Jangan lupa minum suplemen (bila memang ada suplemen yang harus diminum) dan banyak minum air putih.

§Sebaiknya makan sahur tidak dilakukan terburu-buru. Konsekuensinya, ibu harus bangun lebih awal. Apalagi untuk ibu menyusui, pastikan si kecil dalam keadaan kenyang sehingga tidak terbangun/menangis saat ibunya makan sahur.

Segeralah berbuka

Tak heran kalau menjelang buka puasa, berbagai makanan disiapkan karena perut terasa sangat melilit. Apalagi menjalani puasa saat hamil/menyusui, pastilah lebih lapar/haus karena asupan tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga harus dibagi dengan janin/anak yang sedang disusui. Berikut tip-tip buka puasa yang sehat:

§Awali buka puasa dengan makanan yang hangat dan manis. Sebaiknya jangan langsung minum es karena bisa menyebabkan kembung akibat produksi asam lambung yang meningkat. Tetapi, bila wanita hamil/menyusui harus membatasi makanan/minuman manis, sebaiknya pilih pemanis yang aman. Jangan langsung makan makanan berat. Sebaiknya berikan jeda dengan shalat maghrib sehingga sistem pencernaan tidak serta-merta “dipaksa” bekerja keras setelah “beristirahat” seharian.

§Disarankan mengonsumsi makanan tinggi serat, seperti sayur dan buah, saat berbuka puasa. Makanan tinggi serat akan dicerna dalam waktu lama sehingga lambung bisa bersiap secara bertahap.

§Sebaiknya jangan berbuka sampai kekenyangan sebab hanya akan mengundang kantuk.

§Pola makan 3 kali sehari tetap bisa dilakukan dengan makan makanan ringan, seperti roti, puding, atau makanan kecil setelah shalat tarawih atau sekitar pukul 9 malam.

§Perbanyak minum air putih di malam hari.

Comments are closed.