Perubahan bentuk tulang (deformitas) bahkan kelumpuhan, merupakan beberapa keluhan yang dibawa saat pasien penderita TB tulang datang ke RSHS. Keadaan seperti ini bisa dibilang kondisi gawat. Dengan kondisi ini proses pemeriksaan dan pengobatan menjadi semakin rumit. Padahal, dari rasa nyeri, sudah dapat dijadikan kecurigaan kepada infeksi TB tulang. Hal tersebut tentu saja tidak mewakili gejala TB tulang. Namun dari rasa nyeri, ditambah ada riwayat sakit TB  atau kontak dengan penderita paru, dapat dijadikan salah satu indikasi terinfeksi TB.

Kasus TB tulang belakang merupakan salah satu dari TB ekstra pulmonal (paru-paru). Infeksi TB pada system musculoskeletal (sistim otot) merupakan kasus ekstra pulmonal dan paling sering terjadi. “Sekitar 50% kasus infeksi TB  pada system musculoskeletal terjadi pada tulang belakang yang juga disebut spondylitis TB (STB).” Ujar dr. Bambang Tiksnadi, ahli tulang belakang RSHS.

STB merupakan granulomatosa yang bersifat kronik destruktif oleh mikobakterium tuberkulosa. Percivall Pott ( 1793 ) yang pertama kali menulis tentang penyakit ini dan menyatakan bahwa terdapat hubungan antara penyakit ini dengan deformitas tulang belakang yang terjadi, sehingga penyakit ini disebut juga sebagai penyakit Pott.

Secara umum, penderita yang terinfeksi STB ini akan merasa nyeri di bagian alat-alat gerak, kesemutan atau mati rasa yang tidak permanen, gangguan buang air besar & kecil, deformitas, dan kelumpuhan.

Beliau menambahkan, terapi yang dilakukan tidak berbeda dengan TB paru, yaitu pemberian obat (terapi konsevatif). Hanya saja, pemberian obat bagi STB ini relative lebih panjang sekira 9 bulan – 2 tahun. Apalagi jika pasien baru terdeteksi STB saat sudah ada kerusakan pada tulang. Namun, jika sudah dalam tahap yang sangat mengganggu, penderita STB harus melakukan operasi.

Indikasi operasi yaitu bila terapi konservatif tidak menunjukkan perbaikkan atau malah semakin berat. Begitu juga jika ada abses yang besar, bernanah, sakit yang luar biasa juga keluar nanah. Didukung juga oleh pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi ataupun pemeriksaan CT dan MRI ditemukan adanya penekanan langsung pada medula spinalis.

Tujuan operasi adalah membuang jaringan yang mati, membebaskan saraf yang terjepit, mengoreksi deformitas, dan mengambil specimen. Operasi dapat dilakukan hingga dua tahap sesuai sebesar apa kerusakan yang terjadi, serta kondisi gizi dari penderita.

“Jangan tunggu tulang rusak. Waspadai  jika terdapat nyeri, kesemutan dan mati rasa di alat gerak. Evaluasi diri sudah pernah kontak dengan penderita TB atau belum. Atau  barangkali pernah mengalami hal-hal yang patut dicurigai infeksi TB. Dengan begitu deteksi dini dapat dilakukan dan penanggulangannya menjadi relative semakin mudah”, ujarnya diakhir wawancara.

Comments are closed.