RSHS, (26/10/2014). Virus ebola merupakan salah satu yang akhir-akhir ini hangat dibicarakan di masyarakat. Virus yang banyak ditemukan di Afrika ini disinyalir telah masuk Indonesia tepatnya di Kota Kediri dan Madiun. Namun berdasarkan hasil pemeriksaan, ditemukan bahwa kedua pasien tersebut negatif virus ebola. “Virus ebola ini belum ditemukan di Indonesia”, Ujar dr. Rudi Wisaksana, Sp.PD-KPTI Tim Infeksi Khusus RSHS. Penjelasan mengenai Ebola ini diungkapkan dalam program rutin Open Discussion yang RSHS dengan peserta sekitar 30 media massa.

Walaupun iklim tropis di Indonesia cocok dengan virus ini, tambah dr Rudi, namun kemungkinan virus ini masuk ke Indonesia melalui manusia relatif kecil, karena tidak ada penerbangan langsung dari negara-negara epidemi seperti Liberia, Guyana dan Siera Leore ke Indonesia. “Rata-rata penerbangan pesawat dari 3 negara ini transit dulu di negara lain, sehingga jika ditemukan manusia yang terinfeksi virus ini dapat tertangani dulu di negara lain, sebelum sampai di Indonesia. Jadi kita tidak usah khawatir berlebihan, namun tetap harus waspada”, tegasnya.

Virus ini menular dengan kontak langsung dengan cairan tubuh, baik dari manusia maupun binatang yang terinfeksi, dengan masa inkubasi Ebola sekitar 2-21 hari setelah terpapar virus ebola. Virus ini juga dapat berpindah dengan menyentuh dan atau memakan buah yang sudah tersentuh oleh korban. Sedangkan penyebaran virus ini melalui udara belum ditemukan kebenarannya.

Virus ini diperkirakan dibawa oleh binatang monyet dan kelelawar, namun, dr. Rudi mengungkapkan, yang paling mungkin membawa virus ini adalah kelelawar. “Diantara beberapa kemungkinan binatang yang membawa virus ebola, yang paling mungkin adalah kelelawar pemakan buah” tambahnya.

Sebuah artikel pada media online menyebutkan, Ebola berasal dari gen Ebolavirus yang termasuk Famili dari Filoviridae. Dikenal juga dengan nomenklatur EBV. Spesies Ebolavirus pertama kali ditemukan pada 1976 di tempat yang dikenal sebagai Republik Demokratik Kongo dekat sungai Ebola. Sejak itu wabah terus menyebar secara sporadis. Berdasarkan data yang dilansir WHO, lebih dari 1600 orang penduduk di Liberia, Guinea, dan Siera Leore telah terinfeksi virus ini.

Gejala umum manusia yang terinfeksi virus ini yaitu demam, pilek, demam tinggi, sakit kepala, sakit tenggorokan, nyeri sendi, otot, rasa lelah, dan kurang nafsu makan. Biasanya diikuti dengan mual, muntah, dan diare, serta menurunnya fungsi liver dan ginjal. Adapun gejala khas-nya adalah pendarahan.

Kesiapan RSHS

RSHS merupakan rumah sakit Vertikal milik Kementerian Kesehatan yang menjadi puncak rujukan Jawa Barat. Sebagai rumah sakit puncak rujukan di tingkat provinsi tentu saja pasien yang ditangani di RSHS selayaknya merupakan pasien dengan tingkat keparahan III (severity level III). Begitu juga dengan penatalaksanaan pasien yang terinfeksi virus memaikan. RSHS selaku rumah saki kelas A telah memiliki Sumber Daya serta fasilitas untuk menanggulangi pasien yang terinfeksi virus, baik ebola maupun virus lainnya.

Kesiapan RSHS terlihat dari keberadaan Tim Infeksi Khusus yang telah dibentuk sejak 2007. Saat pertama kali dibentuk, tim ini menanggulangi pasien SARS dan Flu Burung yang sangat merebak di Indonesia khususnya Jawa Barat pada saat itu. Keberadaan tim juga didukung oleh adanya protokol penatalaksanaan pasien yang telah teruji sesuai prosedur yang berlaku dan telah terstandar secara Nasional. Anggota tim ini berjumlah 30-40 orang yang merupakan kumpulan dokter spesialis dari berbagai disiplin, diantaranya Penyakit Dalam, Kesehatan Anak, Patologi Klinik, Radiologi, Penyakit Saraf, Rawat Intensif, Gawat Darurat, Rehabilitasi Medik, Kedokteran forensik, Kedokteran Jiwa, Perawatan dan Penunjang.

Selain Sumber daya manusia, RSHS telah memiliki sarana yang memadai, yaitu ruang isolasi Flamboyan. Dengan jumlah tempat tidur sebanyak 8 bed, ruangan ini dilengkapi monitor pasien yang dapat digunakan untuk memantau kondisi pasien selama 24 jam, serta alat Pelindung Diri bagi petugas kesehatan sehingga keselamatan pasien maupun petugas kesehatan dapat terjamin.

Open Disscussion With Mass Media

Subbagian Humas & Protokoler RSHS memiliki program rutin bersama wartawan yaitu Open Discussion With Mass Media. Dalam kegiatan ini, wartawan disajikan beberapa tema untuk didiskusikan bersama. Tujuannya adalah untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat (melalui media massa) mengenai penyakit atau kasus tertentu sehingga meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap penyakit atau fenomenan tertentu.

Kegiatan ini menghadirkan para dokter ahli yang dimiliki RSHS dan biasanya dihadiri oleh sekitar 30-40 media massa. Selain sebagai media untuk menyampaikan edukasi dan informasi kepada masyarakat, diharapkan program ini juga dapat meningkatkan hubungan baik antara rumah sakit dengan media massa.

 

Comments are closed.