Gangguan Gizi Pada Penyakit TB

Risiko komplikasi termasuk kematian pada penderita TBC dipengaruhi oleh status gizi secara individual. Namun status gizi dan utilisasi/penggunaan zat gizi itu sendiri menjadi terganggu akibat adanya infeksi.

Sesak nafas, batuk, sakit dada dan penurunan nafsu makan pada penderita TB juga menambah terjadinya asupan makan dan minum pasien yang rendah dari kebutuhan. Sementara dengan adanya infeksi, kebutuhan zat gizi menjadi meningkat karena tubuh memerlukan energi untuk kegiatan dasar tubuh dan melawan penyakit itu sendiri.

Adanya ketidak mampuan memenuhi kebutuhan zat gizi yang meningkat inilah yang mengakibatkan tubuh mengalami defisiensi/kekurangan zat gizi terutama energi dan protein. Karena itu, tubuh menggunakan cadangan tubuhnya. Itulah yang menyebabkan penurunan berat badan, lemah dan penderita tampak kurus.

Oleh karenanya, kebutuhan bahan makanan yang mengandung antioksidan seperti vitamin C, vitamin E, karoten dan selenium meningkat. Antioksidan sangat dibutuhkan untuk melindungi paru dari proses inflammasi akibat asap rokok dan polutan lainnya yang juga menjadi penyebab dari penyakit TB itu sendiri.

Diare yang berkepanjangan menyebabkan malabsorpsi sehingga penderita akan kehilangan cairan dan elektrolit yang cukup besar.

Penggunaan obat TB dapat juga mengganggu utilisasi zat gizi. Beberapa obat yang umum digunakan oleh penderita TB seperti isonized (INH), rifampicin, ethambutol, dan pyrazinamide memiliki interaksi yang erat dengan makanan.

Hal ini perlu disiasati dengan pengaturan jadwal pemberian makanan dan obat. Contonhya  INH yang dapat menurunkan penyerapan vitamin B6 (pyridoxine), kalsium dan vitamin D. Obat ini bereaksi dengan pisang, acar ikan (pickled fish), ragi, dan yoghurt.  Rifampicin berpengaruh terhadap absorbsi asam folat dan vitamin B12 sehingga dianjurkan untuk dikonsumsi dalam keadaan  lambung kosong, 30 menit sebelum makan atau 2 jam setelah makan. Untuk memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral yang meningkat, dapat dipenuhi dari makanan maupun dari suplemen.

Diet Bagi Penderita TB

Tujuan pemberian diet pada penderita TB  sangat individual tergantung dari kondisi pasien, tetapi secara umum adalah untuk mencegah penurunan BB lebih lanjut dan atau meningkatkan berat badan (bila terjadi malnutrisi); menggantikan zat-zat gizi yang hilang, menghindari dehidrasi, merangsang nafsu makan dan menghindari inflamasi, infeksi, dan komplikasi paru. Penurunan kemampuan makan pada penderita TB menyebabkan perlunya modifikasi pada bentuk makanan (lunak, lembek, atau cair), rute makanan, frekuensi makan, jadwal pemberian makan, dan jenis makanan yang disukai atau tidak disukai.

Prinsip dan syarat  pemberian diet pada penderita TB diantaranya:

  • Kebutuhan kalori diberikan berdasarkan kebutuhan basal ditambah dengan faktor stress (bila ada peningkatan suhu, 13% kalori tiap kenaikkan 1°C), kemampuan aktifitas, kondisi status gizi saat ini. Pemberian diberikan secara bertahap sesuai kemampuan pasien untuk menghindari risiko refeeding syndrome (beban jantung yang berlebihan akibat pemberian diet yang terlalu agresif).
  • Kebutuhan protein disesuaikan dengan kebutuhan dengan mempertimbangkan status gizi dan peyakitnya. Gunakan bahan makanan yang mengandung protein nilai biologi tinggi.
  • Makanan diberikan dengan porsi kecil tapi sering ( lebih dari 6 kali sehari) sesuai kemampuan pasien. Bila perlu dikombinasikan dengan makanan cair yang mudah serap.
  • Cairan diberikan adekuat (35 cc/kg BB saat ini atau 2 l/hari), kecuali ada keadaan yang memerlukan pembatasan cairan.
  • Penambahan asam lemak omega 3 berguna untuk menormalkan selera makan, memperbaiki intake makanan, dan menghindari kehilangan berat badan yang berlebihan.
  • Kandungan vitamin dan mineral seperti kalsium, zat besi, vitamin C, Vitamin B6, karoten dari makanan harus cukup. Tambah suplemen jika dibutuhkan.
  • Atur jadwal makan yang terintegrasi dengan pemberian obat TB.

Masih bingung? Coba pilihan makanan berikut ini!

Adapun beberapa pilihan bahan makanan yang dapat digunakan berdasarkan kandungan zat gizi adalah sebagai berikut :

Makanan sumber zat besi Terigu, gandum, whole grain, cereal, oatmeal, hati, daging ayam, daging babi, daging sapi, ikan, buah-buahan kering (kismis,kurma), kacang kenari, kacang-kacangan, kacang polong,  brokoli, kacang polong, kacang kedelai, kembang kol, pisang, semangka, anggur.
Makanan tinggi protein Daging sapi, daging babi, daging domba, susu, youghort, keju, ikan, kacang-kacangan, kacang buncis, dan telur
Makanan sumber vitamin A Brokoli, wartel, kentang manis, bayam dan sayuran berwarna hijau, hati, produk olahan susu, telur, aprikot
Makanan sumber vitamin C Buah-buahan dan jus buah, tomat, kentang rebus, brokoli, jagung manis, strawberi, dll
Makanan sumber kalsium Susu, yoghurt, dan keju, susu kedelai, tahu, brokoli, sayuran hijau, sardine, salmon dengan tulang, kacang matang (kalengan)

                Agar makanan dapat mengandung cukup zat gizi pada saat dikonsumsi maka perlu diperhatikan beberapa tips pengolahan dan penyajian makanan yang dapat mempertahankan atau meningkatkan kandungan zat gizi yang dibutuhkan. Berikut adalah beberapa tips pengolahan makanan bagi penderita TB:

–  Zat besi lebih mudah diserap apabila dikonsumsi dengan makanan sumber vitamin C

–  Tambahkan susu skim pada sup, susu atau masakan berkuah.

–  Rebus atau masak sayuran dalam air yang tidak terlalu banyak hingga renyah. Ini akan membantu agar kandungan vitamin C tetap dalam jumlah yang banyak.

Prinsip sanitasi dan hygiene makanan

Makanan dapat menjadi sumber infeksi bagi penderita TB yang sangat rentan sistem immunnya. Oleh karena itu perlu handling (penanganan) makanan  saat penyediaan makanan yang dapat memenuhi prinsip sanitasi dan hygiene makanan seperti :

–     Pisahkan bahan makanan mentah dengan makanan yang siap dikonsumsi atau matang.

–     Jangan gunakan alas untuk memotong atau pisau yang sama untuk mengolah bahan makanan mentah, makanan matang.

–     Jangan memegang bahan makanan mentah atau makanan matang tanpa mencuci tangan terlebih dahulu.

–     Jangan menyimpan daging yang telah dimasak pada tempat daging yang masih mentah.

–     Seluruh bahan makanan yang berasal dari unggas harus dimasak hingga betul-betul matang, sebab virus influenza hanya dapat dihancurkan oleh panas minimal pada suhu 70° Celcius.

–     Cuci kulit telur pada air sabun sebelum diolah dan dimasak, dan cuci tangan setelah melakukan kegiatan tersebut.

–     Jangan menggunakan telur mentah atau telur setengah matang pada makanan yang tidak dimasak terlebih dahulu.

–     Setelah mengolah bahan makanan yang bersumber dari unggas atau telur, cuci tangan dan seluruh permukaan alat yang digunakan dengan sabun dan air.

–     Jangan memakan produk-produk daging unggas atau telur mentah.

Sumber: Miranti Gutawa (Ka.Instalasi Gizi RSHS)

Comments are closed.