Indonesia adalah negara dengan prevalensi stunting ke lima terbesar  di dunia dimana 37 % atau sekitar 9 juta anak  balita Indonesia mengalami stunting  ( data Riskesdas 2013 ). Stunting sendiri adalah sebuah kondisi dimana kondisi tinggi badan seseorang ternyata lebih pendek dibanding tinggi badan orang lain pada umumnya (yang seusia).

Seringkali kita khawatir apabila anak kita menderita kekurangan gizi, kwashiorkor, marasmus, dsb padalah masalah stunting tak kalah mengkhawatirkan dari masalah-masalah kesehatan anak tersebut. Stunting terjadi karena kekurangan gizi pada balita yang berlangsung lama, sejak konsepsi kehamilan hingga usia 2 tahun, dan menyebabkan terhambatnya perkembangan otak dan tumbuh kembang anak sampai usia berikutnya.

Nutrisionis RSHS, Nurul Q.L.SST dalam penyuluhan memperingati Hari Gizi Nasional 2018 lalu di RSHS mengungkapkan bahwa ciri-ciri anak stunting adalah pertumbuhan gigi terlambat, perform buruk pada tes perhatian dan memori belajar, wajah tampak lebih muda dari usianya, pertumbuhan melambat dan pada usia 8-10 tahun anak menjadi lebih pendiam, tanda pubertas terlambat dan tidak banyak melakukan eye contact.
Ada banyak faktor yang melatarbelakangi terjadinya stunting. Faktor gizi buruk yang dialami ibu hamil maupun anak balita ditengarai menjadi penyebab langsung terjadinya stunting. Adapun penyebab tidak langsung terjadinya stunting pada anak adalah kurangnya pengetahun ibu hamil mengenai kesehatan dan gizi dan masih terbatasnya layanan kesehatan. Masih kurangnya akses makanan bergizi dan kurangnya akses air bersih dan sanitasi juga menjadi penyebab stunting.

Mencegah stunting adalah sangat penting.  Nutrisionis RSHS, Rizqa Fajar mengungkapkan bahwa terjadinya stunting dapat dicegah semenjak 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dimulai saat fase kehamilan. Saat kehamilan, ibu hamil harus mendapat minimal 90 tablet penambah darah dan harus mendapat gizi yang cukup. Pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil juga sangat diperlukan.

Pencegahan stunting kemudian dilakukan saat fase setelah melahirkan dimana sang ibu hendaknya menjalani persalinan dengan dokter atau tenaga bidan yang ahli. Begitu lahir segera lakukan Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dan memberikan ASI ekslusif untuk bayi hingga usia bayi 6 bulan. Tak cukup sampai disini, saat bayi berusia diatas 6 bulan hingga 2 tahun harus diberikan Makanan pendamping ASI (MP-ASI). MP-ASI yang dianjurkan salah satunya yaitu bubur beras yang dimasak dengan air dan kaldu daging atau sayuran. MP-ASI juga bisa dibuat dari kacang merah, wortel, tomat, kentang, labu kuning, kacang hijau direbus dan diblender dengan tambahan air kaldu. Bisa juga dengan buah pepaya, pisang, apel, melon dan alpukat yang dihaluskan. MP-ASI tidak dianjurkan menggunakan gula atau garam. Biarkan anak mengenal rasa asli makanan.

Setelah fase melahirkan, pencegahan stunting dilakukan pada fase lanjutan yaitu berikan imunisasi dasar lengkap dan vitamin A. Pantau pertumbuhan balita di posyandu terdekat dan selalu melakukan perilaku hidup bersih dan Sehat (PHBS).

Stunting dapat berdampak buruk bagi kesehatan anak yaitu anak menjadi mudah sakit, kemampuan kognitif berkurang, beresiko terkena penyakit berhubungan dengan pola makan, terjadinya gemuk saat dewasa, fungsi-fungsi tubuh tidak seimbang, postur tubuh tidak maksimal saat dewasa dan dapat mengakibatkan kerugian ekonomi.

Sanitas yang baik tak kalah penting untuk mencegah stunting. Langkah-langkah untuk sanitasi yang baik adalah dengan melakukan cuci tangan memakai sabun, berhenti buang air besar sembarangan, pengelolaan sampah ruang tangga, pengelolaan air minum dan makanan rumah tangga dan pengelolaan limbah cair rumah tangga. Memiliki sanitasi yang baik adalah tugas kita semua. Jangan mulai dari orang lain, mari kita mulai dari diri sendiri. ***

Comments are closed.