Jumlah kasus Covid-19 di Indonesia masih terus bertambah, namun berdasarkan berita yang dirilis oleh website Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Jabar mendapat apresiasi dari Gugus Tugas sebagai provinsi yang sangat baik mengelola penanganan COVID-19. Hal ini tentunya atas kerjasama seluruh pihak mulai dari komitmen pemerintah, pelayanan kesehatan yang baik maupun kepatuhan masyarakat.

Menurut koordinator Terapi konvalesen RSHS, Dr. dr. Ruswana Anwar, Sp.OG(K)FER, M.Kes, faktor penting dalam mewujudkan pelayanan Covid-19 di pusat layanan kesehatan diantaranya komitmen manajemen dalam menetapkan kebijakan tata kelola yang baik dan menyelenggarakan APD yang tepat sehingga aman bagi petugas maupun bagi pasien, komitmen petugas kesehatan dalam menaati prosedur pelayanan, kualitas SDM dan teknologi. “Salah satu teknologi dalam penanganan Covid-19 yang sedang dikembangkan adalah Terapi Plasma Konvalesen,” Ungkap dr. Ruswana.

Terapi Plasma Konvalesen merupakan pemberian plasma dari donor pasien Covid-19 yang sembuh untuk pasien Covid-19 yang masih sakit. “Konvalesen artinya fase sembuh. Pasien Covid-19 yang sudah sembuh dalam waktu 14-28 hari (dengan hasil PCR negatif 2 kali berturut-turut) mengandung antibodi yang tinggi yang dapat disumbangkan pada pasien Covid-19 kritis yang masih dirawat di RS,” Terangnya.

WHO dan FDA (Food and Drug Administration) sejak Mei 2020 sudah memberikan rekomendasi pemberian  Terapi Plasma Konvalesen. Hal ini dirasa tepat karena terapi yang spesifik yaitu obat belum ditemukan, dan upaya pencegahan berupa vaksin juga belum ditemukan. Ia menjelaskan, di Wuhan China dilaporkan beberapa pasien yang telah mejalani terapi ini kondisinya lebih baik, komplikasi lebih ringan, masa rawat jadi berkurang.

Terapi Plasma Konvalesen merupakaan terapi tambahan. Pasien dikelola oleh tiga bidang keahlian utama, yaitu Dokter Ahli Penyakit Dalam, Paru dan Dokter Terapi Intensif. Umumnya pasien Covid-19 mengalami komplikasi pada paru sehingga menimbulkan batuk dan sesak dan jika menjadi berat dapat menimbulkan gagal napas sehingga membutuhkan alat bantu nafas, bisa ventilator yang sederhana atau ventilator mekanik yang otomatis. Pada saat kira-kira hari ke 7-10 biasanya batuk mulai berkurang, tetapi komplikasi lanjutan mulai muncul. Bengkak kemerahan dan proses peradangan di paru-paru semakin menunjukan sumbatan jalan napas. Selain pasien jatuh dalam keadaan gagal nafas, pasien juga bisa gagal ginjal, sehingga harus menjalani cuci darah, atau terjadi komplikasi ke jantung. Jantungnya akan mengalami gagal jantung yang dapat mengakibatkan kematian mendadak. Bisa juga gagal hati sehingga nilai laboratoriumnya akan tinggi.

Terapi ini mengandung zat antibodi yang sangat bermanfaat untuk menangani atau mengurangi kejadian komplikasi lanjutan baik ke ginjal, jantung maupun hati. Karena dalam plasma konvalesen itu mengandung bahan-bahan diantaranya mengandung antibodi yang tinggi yang akan membantu kondisi pasien melawan virusnya di dalam jaringan tubuh dan membentuk zat anti yang lebih banyak yang didapat dari donor. Zat tersebut bernama Immunoglobin G (IgG) dan Immunoglobin M (IgM). Dari hasil penelitian, pasien Covid-19 yang bertahan hidup mengandung IgG yang tinggi.

“Di RSHS selama ini kita sudah mendapat 3 donor plasma konvalesen. Tetap saja karena terapi ini bentuknya darah, jadi golongannya harus sama serta memastikan terpenuhinya berbagai kriteria untuk menghindari komplikasi,” Tambahnya.

Kriteria donor plasma konvalesen diantaranya telah dinyatakan sembuh 14-28 hari; Memiliki kadar Hb yang cukup; Memiliki berat badan minimal 65 Kg; Pendonor bersedia menandatangani informed concent, Lulus uji IMLTD (Infeksi Menula Lewat Transfusi Darah) yaitu tidak membawa penyakit seperti Hepatitis B, Hepatitis C, HIV serta Sifilis; Mempunyai kadar antibodi dan total liter antibodi IgG spesifik Covid-19 yang cukup; dan Laki-laki (boleh perempuan tetapi tidak pernah hamil dan melahirkan).

Terkait persyaratan laki-laki ini dr. Ruswana menjelaskan alasannya karena wanita yang sudah pernah hamil diduga mempunyai antigen HLA (Human Leukocyte antigen) yang jika kita dapat donor dari wanita yang sudah melahirkan ini bisa menimbulkan reaksi transfusi dari resipien (penerima donor). Sehingga tidak disarankan. Di RSHS sendiri, Donor yang ke-3 adalah seorang wanita yang belum pernah hamil dan melahirkan.

Pada donor akan dilakukan pemeriksaan PCR 1-2 hari sebelum donor, dimana akan dilakukan uji apus hidung dan tenggorok, yang apabila sudah dinyatakan negatif dinyatakan aman bagi petugas untuk diambil darahnya. Kemudian dengan mesin khusus, plasma darah (yang berwarna kuning) dipisahkan dari sel darah merah, lalu komponen darah lainnya dikembalikan ke tubuh. Berbeda dengan donor darah biasa yang diambil darah seluruhnya.

Pasien Covid-19 penerima plasma darah di RSHS baru 1 orang, laki-laki (51). Pasien masuk ke RSHS 2 Juni, tanggal 5 Juni pasien masuk dengan kondisi berat/kritis. Diberikan terapi plasma yang pertama kali dalam sejarah RSHS pada tanggal 5 Juni. Hari ke 10 perawatan, klinis pasien membaik, PCR sudah negatif hari ke 10 dan hari ke 11, dan sudah terlihat adanya perbaikan. Tetapi karena kondisinya berat dan memiliki komplikasi lain, pada pasien diberikan terapi tambahan. Namun sudah tidak dirawat di ruang isolasi melainkan di ruang General Intensif Care Unit (GICU).

RSHS telah melakukan berbagai upaya untuk mensosialisasikan terapi ini. Didukung oleh Kementerian Kesehatan dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, RSHS terlebih dahulu menguatkan pemahaman dan pengetahuan di kalangan internal, berkoordinasi dengan dinas kesehatan dan seluruh RS anggota PERSI Jawa Barat untuk mengajak menjadi penyumbang. Poster juga sudah disebar di UTD – UTD Kota / Kab Jawa Barat, “Terapi Plasma Konvalesen sudah ditetapkan sebagai prosedur pelayanan berdasarkan SK Dirut. Sampai saat ini sudah terjaring 26 orang calon donor, umumnya warga Kota Bandung dan Bandung Barat. Seluruh biaya dijamin oleh RSHS. Semoga bulan Juni – Juli semakin banyak pasien yang sembuh yang bersedia menjadi donor,” Katanya lagi.

Manfaat Terapi Konvalesen ini secara umum adalah membantu mempercepat kesembuhan pasien Covid-19. Adapun untuk rumah sakit diharapkan dapat mengurangi beban rumah sakit baik dari sumber daya manusia maupun biaya sebagai dampak dari waktu rawat yang lebih pendek. Sedangkan bagi donor, dari aspek kesehatan manfaatnya adalah kondisi kesehatannya terpantau. Sebelum mendonorkan plasma darahnya, donor diuji PCR, dilakukan skrining darah dan lain-lain, sehingga donor dapat mengetahui kesehatannya. Adapun dari aspek spiritual / sosial, donor akan mendapatkan kebahagiaan karena telah berusaha membantu menyelamatkan jiwa orang lain.

Masalah Covid-19 adalah masalah kita semua, setiap anggota masyarakat memiliki peran masing-masing dalam upaya menekan bahkan menghentikan angka pertumbuhan kasus Covid-19 di Indonesia. Dengan kerja sama seluruh lapisan masyarakat, semoga Indonesia akan segera bangkit dan keluar sebagai pemenang. (FLH-Humas RSHS)

 

Comments are closed.