Di Indonesia, data dari Ditjen PP & PL Kemenkes RI mengungkapkan bahwa hingga September 2014, jumlah penderita HIV di Indonesia mencapai 150.296 orang dan penderita AIDS mencapai 55.799 orang. Dari jumlah tersebut, usia produktif (20-49 tahun) menempati urutan jumlah terbanyak. Adapun cara penularan HIV-AIDS tertinggi adalah lewat hubungan heteroseksual (34.305 kasus), homo-biseksual (1.366 kasus), IDU (8.462 kasus), transfusi darah (130 kasus), transmisi perinatal (1.506 kasus) dan tidak diketahui (9.536 kasus).

Kemungkinan Ibu menularkan HIV kepada bayinya sekitar 30%, dengan 5% dalam kandungan, 15% waktu lahir dan 10% dari ASI.

Risiko penularan dari ibu-ke-bayi bisa lebih tinggi bila viral load perempuan di atas 1.000; ada infeksi plasenta; perempuan terinfeksi suatu IMS; dan bila gizi perempuan kurang. Risiko juga ditingkatkan oleh intervensi yang keras waktu lahir (seperti membantu persalinan dengan cara menyedot kepala bayi), dan bila si ibu menyusui bayi sekaligus memberi pengganti ASI.

Untuk mencegah penularan melalui ibu, yang paling penting adalah mencegah penularan pada ibunya dulu. Harus ditekankan bahwa hanya si bayi hanya dapat tertular oleh ibunya. Jadi bila ibunya HIV negatif, dapat dipastikan si bayi juga tidak terinfeksi HIV. Status HIV si ayah Tidak mempengaruhi status HIV si bayi.

Namun jika ibu ingin memiliki anak, maka ada program tertentu yang bisa dilakukan agar bayi tidak positif. Program ini diawali dengan merencanakan program kehamilan bersama dokter. Dokter akan mengupayakan mengurangi viral load ibu di bawah 1.000 agar bayi tidak tertular dalam kandungan, mengurangi risiko kontak cairan ibunya dengan bayi waktu lahir agar penularan tidak terjadi waktu itu, dan hindari menyusui untuk mencegah penularan melalui ASI. Dengan semua upaya ini, kemungkinan si bayi terinfeksi dapat dikurangi jauh di bawah 8%.

Comments are closed.